Bogor – Tokoh agama Islam, Habib Jindan Bin Novel Bin Salim, menyampaikan pesan kuat tentang moderasi beragama dalam Gathering Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Wilayah DKI Jakarta, Kamis (7/8/2025), di Taman Bukit Palem Resort, Caringin, Bogor, Jawa Barat.
Dalam forum yang dihadiri para gembala, koster, dan guru Sekolah Minggu, Habib Jindan mengangkat tema “Moderasi Beragama”. Ia menegaskan bahwa Nabi Isa memiliki kedudukan sangat penting dalam iman Islam, dan Nabi Muhammad memiliki kedekatan yang tak terpisahkan dengan Nabi Isa. “Iman Islam tidak lengkap tanpa Nabi Isa,” tegasnya.
Habib Jindan menjelaskan, sepanjang sejarah, Tuhan mengutus nabi-nabi sesuai konteks generasi masing-masing. Prinsip memuliakan sesama manusia, menurutnya, adalah ajaran utama agama yang harus diwujudkan tanpa pamrih dan tanpa syarat pindah agama.
Ia menekankan, perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi alasan perpecahan. Untuk memperkuat pesannya, Habib Jindan mengisahkan dua peristiwa sejarah penting yang mencerminkan praktik moderasi beragama dalam tradisi Islam.
Pertama, kisah kedatangan para pemimpin dan pendeta Kristen ke Madinah pada masa Rasulullah Muhammad SAW. Saat memasuki waktu ibadah mereka, para tamu itu diberi tempat khusus di bagian belakang masjid untuk melaksanakan salat sesuai ajaran mereka.
“Itu adalah bentuk moderasi yang luar biasa—Rasulullah bukan hanya menyambut, tetapi juga memfasilitasi ibadah mereka di lingkungan masjid,” ungkap Habib Jindan.
Kedua, ia mengangkat kisah Khalifah Umar bin Khattab saat menerima penyerahan kunci Baitul Maqdis. Ketika ditawari untuk salat di dalam gereja oleh pendeta setempat, Umar menolak bukan karena dilarang, tetapi demi menjaga agar gereja itu tidak diklaim sebagai milik umat Islam di masa depan. Gereja tersebut adalah Kanisah al-Qiyamah atau Gereja Makam Kudus.
“Sayyidina Umar ingin memastikan tempat suci itu tetap menjadi milik umat Kristen, sebagai bentuk penghormatan terhadap keyakinan mereka,” jelasnya.
Paparan Habib Jindan mendapat sambutan hangat dari Ketua PGLII DKI Jakarta, Pdt. Dr. R. B. Rory, M.Th., yang menilai bahwa kebersamaan dalam perbedaan harus terus dipelihara. Ketua Umum PGLII, Pdt. Tommy O. Lengkong, M.Th., juga menegaskan pentingnya mencari persamaan di tengah keberagaman.
“Kalau kita hanya mencari perbedaan, kita akan semakin terpecah. Tetapi dengan mencari persamaan, kita bisa hidup berdampingan,” ujar Pdt. Tommy.
Gathering PGLII DKI Jakarta 2025 berlangsung 6–8 Agustus dengan tema “Integrity for Him”. Selain dialog moderasi beragama, acara ini diisi sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan, penyuluhan hukum dan HAM, penanganan stunting, serta pemutakhiran data penerima BOTI 2026. APM