Probolinggo – Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memberikan sosialisasi Diagnostic Assessment (DA) dan Fraud Risk Assessment (FRA) di ruang pertemuan Probolinggo Region Invesment Center (PRIC) Mal Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Probolinggo,
Kegiatan yang diikuti oleh 120 orang peserta terdiri dari Sekretaris Dinas/Badan dan Sekretaris Kecamatan didampingi Pejabat Fungsional yang menangani perencanaan ini dibuka oleh Inspektur Kabupaten Probolinggo Imron Rosyadi didampingi Plt Sekretaris Inspektorat Sudarmono dan Inspektur Pembantu Bidang Investigasi Herman Hidayat.
Inspektur Kabupaten Probolinggo Imron Rosyadi mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk melakukan percepatan pelaksanaan pembangunan di daerah, memitigasi risiko kecurangan pada setiap proses bisnis yang dilakukan oleh OPD serta meningkatkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik (good governance).
Inspektorat akan memberikan pendampingan kepada seluruh OPD dalam menyusun Fraud Control Plan (FCP). Dimulai dengan sosialisasi, pendampingan penyusunan Diagnotic Assessment (DA) dan Fraud Risk Assessment (FRA), desk dan evaluasi penyusunan FCP serta layanan konsultasi lainnya, katanya.
Menurut Imron, pelaksanaan sosialisasi Fraud Risk Assesment (FRA) dan Diagnostic Assessment (DA) merupakan bagian dalam upaya pemenuhan strategis penyusunan rencana pengendalian kecurangan atau Fraud Control Plan (FCP).
FCP merupakan startegi dalam memperkuat sistem pengendalian internal yang sudah ada dengan melakukan mitigasi dalam pencegahan korupsi. Latar belakang penyusunan FCP adalah kondisi korupsi di Indonesia yang masih tinggi. Dari fakta kasus yang ditangani APH sampai dengan tahun 2024 sebanyak 1.280 kasus dan yang ditangani KPK sebanyak 597 Kasus, jelasnya.
Imron menerangkan setiap entitas harus membentuk struktur yang melaksanakan pengendalian fraud atau kecurangan yang dimungkinkan terjadi dalam setiap proses yang dijalankan di organisasi. Oleh karenanya, maka tindakan kecurangan perlu dimitigasi dengan menyusun Fraud Risk Assessment (FRA) agar tujuan organisasi tidak terganggu atau terhambat dengan tindakan fraud yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Dengan demikian maka FCP merupakan tools untuk membantu Inspektorat dalam melakukan pengawasan seluruh penyelenggaraan pemerintah daerah secara mandiri oleh unit pengendali internal OPD, terangnya.
Sementara Inspektur Pembantu Bidang Investigasi pada Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo Herman Hidayat menyampaikan FRA diartikan sebagai penilaian risiko kecurangan yang merupakan daftar risiko yang harus dimitigasi atas semua proses bisnis di internal perangkat daerah mulai tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten.
Secara difinitif risiko fraud adalah kemungkinan kejadian kecurangan yang akan menghambat atau mengancam pencapaian tujuan organisasi. Dikatakan fraud bilamana kejadian itu mengandung unsur perbuatan yang disengaja/tidak jujur/curang yang berakibat pada kerugian material dan non material (reputasi), ungkapnya.
Herman menjelaskan langkah langkah penyusunan FRA dimulai dari identifikasi risiko fraud, analisa fraud (menganalisis faktor risiko dan dampak dari fraud) serta melakukan tindakan pengendalian atas risiko yang telah dimitigasi. Risiko fraud yang berhasil dimitigasi akan membantu organisasi dalam memudahkan mencapai target, sasaran dan tujuannya baik di tingkat strategis (program) dan opersional (kegiatan/sub kegiatan).
Disamping FRA, maka setiap entitas harus menyusun atribut lainnya seperti kebijakan anti kecurangan, kebijakan manajemen SDM, saluran pengaduan WBS, investigatife, pengaturan etika dan moral serta lain sebagainya, lanjut.
Menurut Herman, Diagnostic Assessment (DA) merupakan proses identifikasi, analisis dan evaluasi atas eksistensi dan implementasi atribut FCP. Terdapat 10 atribut FCP yang dinilai diantaranya kebijakan anti kecurangan, struktur anti kecurangan, standar perilaku dan disiplin, penilaian risiko kecurangan, manajemen Sumber Daya Manusia, manajemen pihak ketiga, sistem whistle-blowing dan perlindungan pelapor, deteksi proaktif, investigasi serta tindakan korektif .
Tujuan dilakukan diagnostic assesement adalah untuk mengetahui gambaran awal strategi pengendalian kecurangan dan mengidentifikasi dan analisis kelemahan pengendalian kecurangan yang telah dilakukan oleh Perangkat Daerah, tegasnya.
Herman menambahkan pelaksanaan sosialisasi FRA dan DA ini diharapkan struktur anti kecurangan yang dibentuk di setiap entitas dapat memahami dan mampu menyusun mitigasi risiko fraud sehingga pengendalian internal akan menjadi lebih kuat (the second line of defend).
Diharapkan organisasi dapat memastikan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan mudah dicapai sehingga dengan demikikan maka kinerja OPD akan mudah dicapai juga jika risiko yang mungkin terjadi berhasil dimitigasi dengan baik, pungkasnya.[IF]