Jakarta,20 Desember 2025 – Upaya hukum kembali diluncurkan oleh PB IKA PMII pimpinan Slamet Ariyadi. Kali ini, mereka melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) terhadap Putusan PTUN Jakarta No. 222/G/2025/PTUN.JKT yang dikeluarkan pada 15 Desember 2025. Langkah ini dilakukan oleh H. Akhmad Muqowam (Penanggung Jawab Munas) dan Slamet Ariyadi (Ketua Umum PB IKA PMII terpilih) melalui Tim Hukum PB IKA PMII yang dipimpin Abdul Aziz, bersama Afriendi Sikumbang dan Amirudin, pada siang hari 19 Desember 2025.
Sebelumnya, Muqowam dan Slamet telah menggugat Kementerian Hukum dan HAM yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara No. AHU-0000589.AH.01.08.Tahun 2025 tanggal 11 April 2025 tentang persetujuan perubahan perkumpulan PB IKA PMII. Dalam gugatan itu, Fatan Subchi juga terdaftar sebagai Tergugat Intervensi.
“Setelah membaca dan memahami pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan, diduga keras menciderai keadilan!” ujar tim hukum dalam keterangan resmi.
Beberapa alasan mendasari pengajuan banding ini, antara lain:
Pertama, Majelis Hakim diduga mengabaikan fakta-fakta yang disajikan selama persidangan – termasuk bukti-bukti otentik yang tidak terbantahkan. Bahkan, salinan Akta Pendirian PB IKA PMII yang diajukan oleh Tergugat Intervensi dan kemudian menunjukkan aslinya, diduga merupakan salinan yang “seolah-olah asli” karena asli otentiknya sebenarnya berada di pihak Penggugat.
Kedua, Putusan yang menyatakan gugatan “Tidak Diterima” (dikalifikasi NO/Niet Ontvankelijke Verklaard) diduga mengandung cacat etik (nir etik), cacat hukum, dan menabrak logika keadilan – baik secara administratif maupun substantif. Menurut tim hukum, jika Majelis Hakim melihat adanya cacat formil, seharusnya menggunakan Putusan Sela sehingga tidak memakan waktu lama dan melanggar asas peradilan singkat serta biaya ringan.
Ketiga, Majelis Hakim patut dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait masalah teknis, administratif, dan keuangan yang menjadi kewenangan pengawasan internal. Selain itu, dari sisi etika dan perilaku, Majelis Hakim juga layak dilaporkan ke Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi etika hakim di Indonesia.
Keempat, penegakan hukum yang dianggap cacat logika dan etika serta melanggar prinsip keadilan harus dilawan hingga keadilan benar-benar tercapai bagi pihak yang berada di posisi benar. “Jika tidak, potensial menjadi preseden buruk bagi dunia penegakan hukum dan para pencari keadilan – yang diduga sekadar menggarisbawahi pihak-pihak yang semangat memberangus keadilan yang sesungguhnya,” tegas Abdul Aziz selaku Ketua Tim Hukum PB IKA PMII.
Ditulis oleh: jurnalis Hervin | Diedit oleh: Tim Redaksi

