JAKARTA – Bangsa Indonesia berduka usai ditinggalkan salah satu tokoh moderat kaliber internasional, Buya Syafii Ma’arif, yang meninggal dunia pada Jumat (27/5) pukul 10.00 WIB. Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengenang peran besar Buya Syafii sebagai tokoh Islam yang sederhana, moderat, dan selalu menggaungkan kebhinnekaan dan keindonesiaan.
“Buya Syafii pantas dianggap sebagai salah satu guru bangsa karena peran-peran besar yang beliau dedikasikan kepada Bangsa Indonesia. Saya pernah bertemu beliau, bertukar pikiran, dan mendapatkan kesempatan menimba ilmu Islam dan kebangsaan dari almarhum. Pikiran pikiran beliau selalu berfokus pada bagaimana bangsa ini menjadi besar, kuat, dan terus bersatu di tengah perbedaan yang ada,” kata Ahmad Basarah, mengenang kepribadikan tokoh besar ini, Jumat (27/5).
Sebagai Wakil Ketua PP Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU Periode 2022 – 2027 ini, Ahmad Basarah menilai Buya Syafii Maarif berhasil memimpin PP Muhammadiyah dengan membawa ormas Islam itu ke arah moderasi beragama di Indonesia. Dia berpendapat tidak mudah menemukan kembali tokoh dengan pemikiran kebangsaan dan keindonesiaan dengan wawasan Pancasila seperti Buya Syafii.
“Bangsa Indonesia sebenarnya masih butuh sosok sosok guru bangsa yang bisa menjadi tempat belajar sekaligus mengingatkan bangsa ini jika dirasa ada yang melenceng dari cita-cita pendiri bangsa. Tugas generasi sekarang adalah bagaimana melanjutkan cita cita almarhum agar bangsa ini bisa menjadi bangsa mandiri dan maju dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegas Ahmad Basarah.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR itu menilai, bukan hanya bangsa Indonesia yang kehilangan tokoh asal Sumatera Barat yang pernah menjadi Ketua Umum ke-13 PP Muhammadiyah pada 1998 hingga 2005 ini, tapi juga dunia internasional. Selama ini lelaki santun dan sederhana itu terkenal tidak pernah lelah menyatukan visi esoterisme Islam di kalangan para pemuka agama dalam kapasitasnya sebagai Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP).
‘’Dunia Islam kehilangan beliau sama dengan saat bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden RI serta mantan ketua umum PBNU Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, Taufiq Kiemas atau tokoh besar lainnya. Jejak mereka semua bisa dilihat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita,’’ jelas Ahmad Basarah.
Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) yang dekat dengan banyak tokoh Islam termasuk di Muhammadiyah itu menambahkan, Bangsa Indonesia mungkin tidak akan kehabisan tokoh agama, Indonesia juga tak akan kering tokoh nasionalis, tapi yang sulit adalah mencari orang yang bisa menyatukan agama dengan nasionalisme dalam konteks pemikiran dan tindakan. ‘’Tokoh ideal ini tidak mepertentangkan antara agama dan Pancasila atau sebaliknya Pancasila dan agama. Nah, Buya Syafii di mata saya adalah tokoh yang bisa melakukan peran itu,’’ tegas Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
Buya Syafii, lanjut Ahmad Basara, sangat gamblang mengatakan Pancasila telah menjadi bagian inheren dari bangsa, menjadi perekat bangsa. Ia pernah berpendapat mengganti Pancasila berarti melumpuhkan sendi bangsa. Pancasila perlu menjadi laku bangsa sehingga kebangsaan menjadi kukuh dan padu. ‘’Sebagai tokoh agama, Buya Syafii dengan tegas mengatakan negara Pancasila merupakan tujuan final yang hendak dicapai dan selalu mendukung nation-state,’’ jelas Dosen Universitas Kristen Indonesia itu.
“Buya pernah berpesan agar Pancasila jangan lagi dikhianati oleh siapa pun sehingga menjadi lumpuh dalam mengawal kemerdekaan bangsa. Jangan dibiarkan lagi tahun-tahun kemerdekaan ini berlalu dengan sia-sia. Indonesia terlalu mulia untuk dijadikan ajang pertarungan politik tuna adab dengan membenamkan Pancasila ke bawah debu sejarah! Itu yang pernah beliau katakan dan ini bisa jadi wasiat yang diamanatkan kepada seluruh anak bangsa, termasuk saya,” tandas Ahmad Basarah.
Selain pernah menjabat Ketua Umum Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif pernah menjadi Anggota Dewan Pengarah UKP-PIP (7 Juni 2017-28 Februari 2018), Anggota Dewan Pengarah BPIP (28 Februari 2018-2022) dan pendiri Maarif Institute.