Ketapang – Sebuah insiden mengerikan dan memprihatinkan terjadi di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, ketika dua jurnalis dari Media Online Detik Kalbar dan Media Online Kalbar Satu Suara menjadi korban intimidasi dan kekerasan saat meliput kegiatan pertambangan emas ilegal. Yang lebih memprihatinkan, kekerasan tidak hanya dialami oleh jurnalis, tetapi juga perempuan dan anak-anak yang menyertai mereka.
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak: Tindakan yang Menghawatirkan
Ketua Umum Persatuan Wartawan Kalbar (PWK), Verry Liem, mengungkapkan bahwa dua jurnalis yang menjadi korban intimidasi didampingi oleh istri dan empat anak mereka saat meliput di Sungai Ayak. “Ketika mereka dihadang puluhan massa, anak-anak mereka jadi ketakutan dan menangis histeris, sementara istri mereka juga mengalami ketakutan dan trauma,” kata Verry. Ia mengecam keras perilaku para pelaku yang mengabaikan psikologis perempuan dan anak serta menimbulkan trauma pada mereka. “Tindakan ini tidak manusiawi dan harus diusut tuntas,” tegas Verry.
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak: Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Verry juga menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam kasus ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. “Kita tidak bisa membiarkan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus-menerus terjadi di masyarakat,” kata Verry. Ia berharap bahwa pihak kepolisian dapat menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum dan melindungi hak-hak perempuan dan anak berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi, menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Sungai Ayak adalah perbuatan pidana yang harus diusut tuntas. “Oleh sebab itu APH harus segera bertindak dan menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu,” kata Dr. Herman. Ia juga memaparkan bahwa keterlambatan pihak kepolisian dalam menangani kasus ini dapat memicu kecurigaan publik kalau ada oknum APH dibalik aksi sekelompok orang yang menghalangi wartawan. “Pihak kepolisian memiliki dasar hukum yang cukup untuk melakukan penahanan terhadap pelaku yang mengintimidasi wartawan dan melarang mereka masuk ke daerah itu dan melarang memberitakan hal yang negatif yang terjadi di daerah tersebut,” tambah Dr. Herman.
PWK Desak APH Bertindak: Lindungi Perempuan dan Anak
PWK mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tindak kriminal intimidasi terhadap jurnalis dan dugaan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kita tidak bisa membiarkan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus-menerus terjadi di masyarakat,” kata Verry Liem. Ia berharap bahwa pihak kepolisian dapat menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum dan melindungi hak-hak perempuan dan anak di Kalimantan Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Peraturan Dewan Pers Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Penulis: Tim PWK
Sumber: PWK, Dr Herman Hofi Munawar
Editor: IRF