Empat Bulan Menunggu Tersangka: Keterlambatan Penegakan Hukum di Kasus Viral Jamaah Haji Pasangkayu yang Mengkhawatirkan

Empat Bulan Menunggu Tersangka: Keterlambatan Penegakan Hukum di Kasus Viral Jamaah Haji Pasangkayu yang Mengkhawatirkan

Spread the love

PASANGKAYU, 26 Desember 2025  — Sebuah potongan video berdurasi hanya 3-5 detik mampu merusak seluruh hidup Hj. Hermawati, seorang jemaah haji asal Pasangkayu. Yang seharusnya menjadi momen bahagia pemulangan dari Tanah Suci, malah berubah menjadi malam hari yang tak terluapkan—dimana refleks menghindar dari penyambut yang terlihat agresif dinarasikan sebagai “sikap arogan” yang meluas di media sosial, menyudutkannya, dan bahkan memaksa toko jualannya ditutup.

Peristiwa dimulai pada Juni 2025, saat Hj. Hermawati tiba di Masjid Madaniah Pasangkayu setelah menyelesaikan ibadah haji. Dalam video yang beredar, ia terlihat mengenakan pakaian serba merah berusaha menjauh dari sejumlah ibu-ibu penyambut yang mengenakan masker. “Sebenarnya saya mau menyalami mereka, tapi kepala saya ditarik sehingga saya refleks menghindar,” ceritanya kepada awak media dalam wawancara yang dilakukan pada Selasa (23/12/2025) oleh awak media. Namun, potongan video itu tanpa konteks membuat warganet meledak dengan komentar hinaan, cemooh, dan tudingan arogan yang menyebar seperti api liar.

Pihak keluarga mengungkapkan bahwa video yang viral diduga telah mengalami pemotongan yang sengaja, tidak menampilkan keseluruhan peristiwa. Bahkan, pembuat video sempat menjanjikan bahwa rekaman hanya akan dibagikan secara terbatas—namun janji itu hancur ketika video tersebar luas di ruang digital, menimbulkan kegaduhan dan mengorbankan nama baik korban. “Setelah tiba di rumah, dia baru tahu videonya viral. Dia jadi takut bertemu warga, sampai tokonya harus ditutup,” ungkap keluarga dalam wawancara yang sama pada Selasa (23/12/2025)

Setelah merasa dirugikan secara moral dan sosial, Hj. Hermawati akhirnya menempuh jalur hukum dengan melaporkan ke Polres Pasangkayu. Namun, proses yang diharapkan cepat malah terhenti selama empat bulan sebelum akhirnya ada tersangka. “Jumlah terlapor bertambah hingga empat orang ditambah dua saksi yang kini berstatus tersangka,” kata keluarga saat ditemui pada Selasa (23/12/2025) oleh awak media Keterlambatan ini menjadi tanda tanya terhadap kecepatan dan ketepatan penegakan hukum di daerah, terutama dalam kasus yang melibatkan disinformasi digital.

Dalam proses penanganan, sempat diupayakan penyelesaian melalui mekanisme restorative justice—yang seharusnya menjadi jalan keluar damai untuk memperbaiki hubungan antara pihak-pihak. Namun, pihak yang berseberangan memilih untuk melanjutkan proses hukum. “Ini menunjukkan bahwa ada pihak yang lebih ingin menang di pengadilan daripada mencari pemulihan hubungan sosial,” komentar seorang pengamat hukum lokal yang tidak mau disebutkan namanya dalam wawancara pada Rabu (24/12/2025)

Praktisi Hukum Syamsuddin menilai peristiwa ini berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008 tentang penyebaran informasi yang menyesatkan dan merusak nama baik, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal tentang pencemaran nama baik. “Langkah hukum ditempuh sebagai upaya mencari keadilan atas kerugian imateriil dan rusaknya nama baik kliennya akibat penyebaran video yang tidak utuh dan menyesatkan,” pungkasnya dalam wawancara yang dilakukan pada Kamis (25/12/2025)

Hj. Hermawati berharap aparat penegak hukum dapat mengusut tuntas perkara ini secara adil, profesional, dan transparan—tanpa memandang status sosial maupun kekuasaan. Kasus ini bukan hanya tentang satu individu yang terluka, melainkan juga cerminan bahaya penyebaran informasi yang tidak lengkap di era digital, di mana ruang sosial media bisa dengan cepat berubah menjadi medan penganiayaan tanpa batas, dan hukum harus berperan sebagai benteng perlindungan bagi setiap warga negara.

(Ditulis oleh: EL | Sumber: NEWSPAS.net, 50detik.com)

error: Content is protected !!