Kebhinekaan dalam Bahaya: Kefas Hervin Devananda Soroti Intoleransi yang Mengancam Keutuhan Bangsa

Kebhinekaan dalam Bahaya: Kefas Hervin Devananda Soroti Intoleransi yang Mengancam Keutuhan Bangsa

Spread the love

Bekasi, 28 Juli 2025 – Indonesia, negeri yang dikenal dengan keberagaman dan kebhinekaannya, kini dihadapkan pada kenyataan pahit. Aksi pelarangan ibadah yang terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025, menunjukkan bahwa sikap intoleransi masih mengakar di berbagai sudut negeri dan mengancam keutuhan bangsa.

Peristiwa ini bukanlah kejadian tunggal, beberapa kasus intoleransi telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Contohnya, pada tahun 2024, terjadi kasus penutupan gereja di Bekasi, Jawa Barat, yang menimbulkan protes dari masyarakat. Selain itu, pada bulan Juni 2025, terjadi aksi intimidasi terhadap komunitas Ahmadiyah di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tidak hanya itu, kasus intoleransi juga terjadi di Cidahu, Jawa Barat, di mana sebuah gereja ditutup oleh aparat pemerintah setempat dengan alasan tidak memiliki izin. Demikian pula di Cilodong, Depok, Jawa Barat, di mana sebuah tempat ibadah ditutup karena tekanan dari kelompok-kelompok intoleran.

Sebagai jurnalis dan penggiat sosial, Kefas Hervin Devananda saat diwawancara oleh awak media di bekasi, Senen Pagi [28/07], saya sangat prihatin dengan peristiwa ini. “Intoleransi adalah ancaman serius bagi keutuhan bangsa dan harus segera diatasi,” katanya

Lebih lanjut Pria yang juga salah satu Pengurus Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum [LKBH] PEWARNA INDONESIA mengatakan, saya teringat pada falsafah Jawa yang mengatakan “Urip iku urup”, yang berarti hidup itu harus menerangi. Menerangi bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Oleh karena itu, kita harus saling menghargai dan merayakan perbedaan untuk menciptakan bangsa yang besar dan bermartabat.ucapnya lagi

Dalam menghadapi tantangan intoleransi, kita harus bekerja sama dan saling membantu untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai dan menurut saya, “Torang samua basudara” (Kita semua adalah saudara),  kita harus saling menghargai dan merayakan perbedaan. “Torang harus mapalus” (Kita harus bekerja sama), untuk menciptakan bangsa yang besar dan bermartabat.pungkasnya

Peristiwa ini menunjukkan bahwa negara masih gagal dalam menjaga kebhinekaan dan melindungi hak-hak warga negara. Intoleransi dapat mengancam keutuhan bangsa dan menimbulkan trauma berkepanjangan pada masyarakat. Oleh karena itu, negara harus hadir untuk menggaransi hak konstitusi setiap warga negara dan kelompok identitas untuk merayakan keberagamannya, termasuk menjalankan ibadahnya.

Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi setiap warga negara. Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia.

Negara tidak boleh terkesan mengabaikan persoalan ini. Tindakan tegas dan komprehensif harus diambil untuk mengatasi intoleransi dan menjaga kebhinekaan bangsa. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa negara bertindak dengan serius dan bertanggung jawab dalam menangani kasus-kasus intoleransi.

Peliput: Irwan Simanjuntak.

error: Content is protected !!