DEPOK,27 Desember 2025 — Tanpa basa-basi, aktivis lingkungan Zefferi dari Aktivis Matahari langsung menyoroti Resto Majestic Damar Langit yang berdiri nyaris menempel di bibir Sungai Ciliwung. Ia tidak main-main: bangunan itu patut diduga kuat melanggar hukum – dan ini bukan cuma kesalahan kecil, tapi ancaman buat keselamatan warga dan lingkungan.
“Sungai Ciliwung itu sungai besar, wajib punya sempadan minimal 15-30 meter lho! Zona itu khusus lindung, dilarang bangunan permanen apalagi komersial kayak resto. Ini bukan soal ngartiin salah, ini soal kepatuhan hukum. Kalau ini dibiarkan, berarti negara kalah sama bangunan usaha!” tegas Zefferi dengan nada yang tegas.
HUKUM YANG TEGAS, TAPI KAYAK KERTAS KOSONG?
Jangan salah, ada aturan yang jelas buat melindungi sempadan sungai ini. Coba lihat:
– UU No. 17/2019 tentang SDA: Larang pake sempadan sungai buat hal yang berbahaya bagi ekosistem dan warga. Pemkot diberi wewenang buat atur GSS.
– Perda Depok No. 18/2003: Spesifik banget – GSS Ciliwung 15-30 meter, zona larangan bangunan komersial.
– Permen PUPR No. 28/2025: Menguatkan larangan pembangunan di GSS, bisa dibongkar kalo melanggar.
– PP No. 35/1991 tentang Sungai: Larang bangun di tempat yang bikin risiko banjir makin tinggi.
Semua aturan ada, tapi resto itu tetep berdiri. Gimana ya?
BUKAN HANYA JARAK, TAPI JUGA RISIKO DAN IZIN YANG MERAGUKAN
Zefferi gak cuma marah soal jarak. Menurutnya, resto itu juga ngganggu tata ruang, merusak lingkungan, dan bikin risiko banjir serta longsor tebing sungai makin besar. “Sempadan sungai itu buat melindungi kita semua, bukan buat dibangun resto. Kalau Pemkot biarkan, itu kayak ngejukin rakyat aja – ‘ini kita biarin pelanggaran lho!’”
Ia juga nanya soal izin bangunan: “Izin tata ruang ada? Persetujuan lingkungan? Rekomendasi dari BBWS Ciliwung-Cisadane yang seharusnya wajib? Kalau semuanya lengkap, buka ke publik dong! Diamnya pejabat cuma bikin dugaan ada yang salah di prosesnya.”
SATPOL PP SEHARUSNYA DI DEPAN, TAPI MATI SUARA?
Yang paling menyakitkan, penegak hukum daerah alias Satpol PP juga terlihat “tidak ada anginnya.” Zefferi bertanya: “Satpol PP kan tugasnya menegakkan Perda. Kenapa kalau rakyat kecil bikin gubuk di sempadan langsung ditertibkan, tapi resto besar ini dibiarkan? Wibawa Perda jadi nggak ada lagi deh!”
Sampe berita ini keluar, tim media udah coba hubungi Sekda, Wakil Wali Kota, dan Kasatpol PP Depok – tapi belum ada tanggapan sama sekali. Cuma diam.
“RAKYAT KECIL DITERIBKAN, USAHA BESAR DIBIARKAN” – KETIMPANGAN YANG JELAS
Zefferi yakin, ini adalah pembiaran yang jelas. “Ada ketimpangan penegakan hukum di sini. Rakyat kecil diseret, usaha besar bebas berbuat apa aja. Padahal sungai itu milik publik, bukan milik investor!”
Ia menuntut cepat-cepat dilakukan audit perizinan, pengukuran ulang GSS, dan menindak tegas tanpa pandang bulu. “Kalau penegakan hukum terus tumpul, kami tidak akan tinggal diam. Sungai itu untuk kita semua, bukan buat keuntungan sedikit orang!” pungkasnya.
jurnalis Herri
editor Romo Kefas
sumber Abun

