MENCINTAIMU DALAM DIAM

MENCINTAIMU DALAM DIAM

Spread the love

EPISODE EMPAT

Klikberita.net Kejadian barusan di kamar mandi itu membuat hatiku terus saja berdetak keras, tidak beraturan. Peristiwa itu tidak langsung hilang dari pikiran, malah ia kini semakin menguasai otakku, seakan ia berupa gambar yang terus saja melintas berulang-ulang. Aku beberapa kali menghela nafas pangang-panjang sebentuk usaha untuk dapat mementeramkan detak jantungku yang kencang.

Sepanjang tinggal bersama di rumah kos ini, aku sedikit mengenal karakter para penghuninya. Tentu saja pada orang-orang yang tinggal di dalam rumah yang serba antik ini. Beberapa orang sama seperti aku juga masih muda-muda dan banyak diantara masih jomboh juga, termasuk aku juga masih belum menikah. Juga perempuan muda bernama Rina itu masih belum menikah dan juga jomblo, aku selalu memanggilnya dengan kata Mbak Rina.
Perempuan ini sesungguhnya seorang yang sangat ramah, baik dan lembut dalam berkata-kata. Cantik wajahnya dan terlihat begitu sangat sederhana. Walau kami tidak pernah berbincang lama-lama, tetapi setidaknya beberapa kali kami pernah duduk bersama di ruang TIVI dan itu cukup memastikan ia perempuan yang ramah dan sangat bersahabat pada orang lain. Pembawaannya yang tenang dan enak diajak ngobrol dan juga dalam bercanda sekalipun lebih banyak diam jika tidak ditanya lebih dulu.
Seperti pada hari ini dan terlebih pada kejadian yang baru saja terjadi diantara kami, pada pagi ini. Mulanya aku bengong dalam kamar mandi tidak menyadari tentang waktu yang terus bergerak perlahan. Di lantai kamar mandi handuk Mbak Rina masih tergeletak begitu saja. Darahku mendesir seketika ketika kusadari apa yang barusan terjadi di dalam kamar mandi yang sempit ini. Ketika aku memungut, mengambil handuk itu sekejab terlintas niat mengembalikan sesegera mungkin pada Mbak Rina. Niat itu terhenti eketika, dalam pikiranku apakah itu baik pada kami yang baru saja mengalami peristiwa seperti ini? Apa bisa saat seperti ini bertemu dengannya setelah kejadian barusan?
Selintas terbayang wajahnya dan caranya ia meninggalkan kamar mandi membuat aku harus berfikir ulang mengembalikan handuknya yang tertinggal. Terpikir juga kemungkinannya bisa-bisa saja nantinya Mbak Rina malah makin marah dan menganggap aku kurang ajar dan boleh jadi ia menganggap aku hanya mau menggodanya pada peristiwa yang baru saja terjadi. Aku tak ingin mendapatkan tamparan tambahan sebagai bonus dari kesalahan yang kulakukan, ku urungkan saja niat baik itu lebih baik mandi saja dulu baru berfikir lagi lanjutannya.
Subuh sudah lama berlalu pagi datang dengan riangnya, suasana rumah masih sepi, anak kos masih banyak yang belum beraktifitas. Aku di dalam kamar mandi terus mengguyur tubuh dengan air sebanyak-banyaknya, kesegaran langsung saja menyelimutiku. Hatiku beria-ria karena rasa senang yang muncul seirama dengan kesegaran yang aku peroleh dan itu semua memicu gairah dan semangat menyongsong hari penuh harapan.
Aku terus hamburkan air menyirami tubuh dan rasa senang itu terus berlangsung membuat hati beria-ria dalam kegembiraan. Dalam rasa riang itu tanpa aku sadari hadir rasa yang lain yaitu kegelisahan hati pada peristiwa yang baru ku alami pagi ini. Bagaimana aku bersikap berikutnya pada Mbak Rina setelah peristiwa memalukan ini?
Hem, aroma wewangian sabun mandi tak mampu menyatukan antara kegembiraan dan juga kegelisahan yang datang silih berganti. Aneh pikiran ini seakan terpaku pada peristiwa yang baru kualami. Masih terbayang bagaimana peristiwa itu terjadi dan seperti terulang kembali nyata di hadapanku.
Ah, aku harusnya malu pada diriku sendiri dan tentu lebih lagi seharusnya sangat malu pada Mbak Rina atas apa yang baru terjadi. Ini peristiwa pertama dalam hidupku ada dalam persimpangan jalan antara meminta maaf dan membiarkannya saja hal ini berlalu.
Selesai mandi tanganku terulur mengambil handuk yang tertinggal. Tersadar itu bukan handukku, ini milik Mbak Rina. Pikiranku kembali melayang mengkhayalkan sesuatu. Tentu handuk ini digunakan Mbak Rina mengeringkan dan mengelap tubuhnya untuk menutupi keindahan dirinya tentunya. Bukannya tak jadi memakainya, malah kini sebaliknya malah lebih bersemangat berlama-lama mengelap tubuhku dengan handuk Mbak Rina yang tertinggal.
Tidak seperti biasanya kali ini ada yang berbeda pada cara aku menghanduki diriku, tidak terburu-buru seperti biasanya. Hal itu kurasakan sekali, entah karena apa, tetapi yang pasti aku suka dengan hal ini. Aku tak bisa menjawab tanya yang muncul dari dalam hatiku. Aku mengakhiri kegiatan subuh itu walau hari sesungguhnya sudah masuk pada waktu pagi di hari yang baru ini dengan senyum kemenangan, entah kemenangan dari mana. Aku sendiripun tidak pernah tahu. *****

PENULIS: EGA MAWARDIN

———————————————————————
Mencintaimu Dalam Diam, terdiri dari tujuh belas episode, ditulis disela-sela kesibukan kegiatan Penelitian Desa Terpadu Perikanan di Malangrapat, Kabupaten Bintan, Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015.
Ega Mawardin lahir di Nias, tinggal di Jakarta adalah dosen Ilmu Komunikasi di beberapa perguruan tinggi swasta sampai tahun 2010, aktif di organisasi sosial kemasyarakatan sampai tahun 2021 dan saat ini melayani sebagai pendeta di Kota Gunungsitoli, Pulau Nias sejak tahun 2022.

error: Content is protected !!