Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mendorong penguatan dua fondasi utama di bidang kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI), yakni infrastruktur digital dan pengembangan talenta unggul dalam negeri. sebagai modal dasar untuk meraih kedaulatan AI.
Hal ini dinilai penting karena AI menjadi senjata baru dalam geopolitik global.
“To be a leader in AI, data center harus kuat. Talentanya juga harus siap, harus unggul,” kata Meutya Hafid dilansir pada Selasa (15/4/2025).
Menurut Meutya, ketersediaan pusat data kini menjadi hal yang mutlak seiring dengan kebutuhan AI terhadap daya komputasi dan kapasitas pemrosesan yang tinggi.
Namun, saat ini Indonesia masih belum memiliki cukup data center domestik untuk menopang pengembangan teknologi digital ini.
“AI kan akan memerlukan processing dan kapasitas yang sangat besar. Kalau di sini belum ada, ini akan sulit kita wujudkan. Jadi, kita step by step menuju kedaulatan AI: pertama, infrastrukturnya dulu dibenahi, kemudian talenta digital disiapkan,” ujarnya.
Meutya menjelaskan, dalam konteks Indonesia, kedaulatan AI bukan berarti menciptakan teknologi AI sepenuhnya dari nol seperti Amerika Serikat atau Tiongkok.
Kedaulatan AI berarti kemampuan bangsa untuk memilih dan memanfaatkan teknologi AI secara independen, tanpa tekanan dari kekuatan global tertentu, yang mencakup kebebasan menentukan platform, menjaga keamanan data, serta memastikan inklusivitas dan etika dalam penggunaannya.
“Kita belum bisa berdaulat dalam menciptakan AI kita, tapi berdaulat dalam memilih kita mau pakai teknologi yang mana. Tetap seperti diplomasi kita, kita di tengah.,” tutur dia.
Ia menegaskan, Indonesia tidak akan mengikuti langkah negara-negara yang melarang teknologi tertentu, seperti Deep Seek.
Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Digitak (Kemkomdigi) menerapkan strategi kunci mencetak sembilan juta talenta digital pada 2030 dengan menggandeng berbagai mitra global, termasuk Microsoft dan Google.
Namun, Meutya mengakui adanya tantangan besar, yakni peminatnya belum banyak, meskipun pelatihan ini digratiskan, sehingga Kemkomdigi kini menggandeng perguruan tinggi untuk menjaring peserta yang serius ingin menjadi talenta AI.
Ia juga menyoroti potensi siswa SMK yang dinilai sangat cepat memahami dan mengembangkan proyek-proyek AI.
“Tingkat pelulusannya memang tidak tinggi, which is normal. Tapi justru di tingkat SMK itu sangat kreatif karya-karya AI-nya,” ungkap Menkomdigi.
Lebih lanjut Menkomdigi mengungkapkan bahwa Indonesia mengambil posisi aktif dalam menyerukan inklusivitas melalui partisipasi dalam AI Summit di Prancis, ditengah kekhawatiran global tentang dominasi AI oleh negara-negara besar,
Partisipasi ini juga menjadi momentum penting bagi Meutya karena bisa bertemu langsung dengan Presiden Emmanuel Macron yang membuka forum tersebut.
“Negara-negara lain, termasuk di Eropa, di luar Amerika dan Cina, merasa bahwa ini sesuatu yang kita nggak boleh didikte. It has to be inclusive. Ini sebuah teknologi yang harus inclusive untuk semuanya,” kata dia.
Sebagai bagian dari pendekatan etis, lanjut Meutya, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Etika AI, menjadikannya salah satu negara pertama di Asia yang memiliki panduan resmi terkait pengembangan dan pemanfaatan AI secara bertanggung jawab.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bergotong royong membangun ekosistem AI yang inklusif, etis, dan berdaya saing.
“Kalau mau sesuatu yang besar, itu harus berproses,” pungkas Meutya. [R_KFS74D]