SERANG,26 Desember 2025 – Operasional gerai waralaba mie pedas nasional, Mie Gacoan, di Jalan Raya Serang–Jakarta, Desa Parigi, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Banten, menuai sorotan tajam. Meski telah resmi melakukan launching pada 25 Desember 2025, gerai tersebut diduga belum mengantongi perizinan lengkap – khususnya Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang wajib bagi setiap bangunan yang akan dioperasikan.
SLF sendiri adalah dokumen yang menandakan bangunan memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan – kewajiban yang diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 dan Permen PUPR Nomor 19 Tahun 2018. Di tingkat daerah, pengurusan SLF juga menjadi bagian dari peraturan yang mengatur izin bangunan, sementara izin usaha sendiri diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Izin Tempat Usaha dan Gangguan – yang berlaku untuk usaha di wilayah Kota Serang dan menjadi acuan bagi tata cara pemberian izin usaha secara umum di provinsi Banten.
Berdasarkan keterangan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Serang, hingga menjelang peresmian Rabu (24/12/2025), Mie Gacoan Cikande belum memiliki SLF. “Setahu saya izin PBG-nya sudah ada, namun SLF masih dalam proses pengurusan. Terkait launching 25 Desember, hal itu juga sempat dipertanyakan oleh Satpol PP kepada kami,” ujar pejabat tersebut.
Pernyataan itu sejalan dengan keterangan Dadan, Kasi Pengawasan Bidang Bina Konstruksi DPUPR, yang pada 2 Oktober 2025 sebelumnya menyampaikan bahwa pembangunan gerai tersebut belum memiliki izin lengkap dan seharusnya dihentikan sementara. “Kami akan ke Cikande untuk menghentikan kegiatan yang belum berizin. Sebelum grand opening, akan kami informasikan agar pembangunan dihentikan,” ujar Dadan kala itu.
Namun fakta di lapangan berbeda: gerai Mie Gacoan Cikande tetap beroperasi dan melayani konsumen, meski perizinan belum sepenuhnya terpenuhi.
LSM & Aktivis: Pemerintah Hanya Tegas di Percakapan, Lemah di Lapangan
Kondisi ini mendapat tanggapan keras dari LSM Mappak Banten. Ketua LSM tersebut, Ely Jaro, menilai pemerintah daerah hanya tegas dalam pernyataan, namun lemah dalam penegakan. “Dasar pemerintah membiarkan usaha ini tetap beroperasi menjadi tanda tanya besar. Ini tidak ada bedanya dengan kasus Mie Gacoan Ciruas. Seharusnya operasional dihentikan sampai seluruh izin terpenuhi – jika dibiarkan, ini jelas mengangkangi aturan perundang-undangan dan Perda Nomor 1 Tahun 2018 (tentang penataan ruang atau usaha di Kabupaten Serang),” tegas Ely, yang mendesak Satpol PP untuk mengambil langkah penegakan hukum sesuai kewenangan.
Senada disampaikan Josh Munthe, aktivis Serang Timur. Ia menegaskan terdapat sejumlah aspek perizinan yang patut dipertanyakan: izin PBG, SLF, Amdal Lalin, IPAL, serta perizinan melalui DPMPTSP dan OSS – semua yang juga diatur dalam peraturan daerah terkait penataan usaha dan lingkungan, termasuk peraturan pelaksana yang bisa berbentuk Peraturan Bupati (Perbup) tentang penegakan izin bangunan dan usaha. “Perlu kejelasan berapa kursi dan meja yang diajukan di OSS apakah sesuai dengan lapangan. Jangan sampai yang diajukan 100, tapi realisasinya 200. Selain itu, pengupahan karyawan, higienitas, dan sanitasi yang diawasi Dinas Kesehatan atau BPOM juga wajib transparan,” ujar Josh.
Menurutnya, pihaknya telah berusaha konfirmasi kepada manajemen sebelum launching, namun dua karyawan yang ditemui (Syifa dan Immanuel) mengaku hanya sebagai operator dan tidak berwenang menjawab – persoalan perizinan merupakan kewenangan bagian legal perusahaan. “Kami diarahkan ke pihak legal atau konsultan mereka,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan pada 26 Desember 2025, pihak manajemen, konsultan, legal, maupun kuasa hukum Mie Gacoan belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan operasional tanpa perizinan lengkap.
Sumber: rilisan/Josh M | Jurnalis: Tim | Editor: Romo Kefas

