Jakarta, 27 Desember 2025 – Udara di perbatasan Duri Kosambi dan Kembangan kembali terisi asap hitam menyengat yang membuat warga sesak napas. Praktik pembakaran sampah secara liar, yang jelas melanggar aturan hukum dan peraturan pemerintah, masih terus berlangsung meski aparat kelurahan sudah berkali-kali “meninjau” lokasi. Warga yang sudah tak tahan menuntut: hukum harus turun tangan, bukan cuma ada di kertas!
Pembakaran sampah liar bukan sekadar kebiasaan buruk – ini adalah kejahatan yang berdampak fatal. Tindakan ini menghasilkan polusi udara signifikan, melepaskan zat beracun seperti dioxin dan karbon monoksida yang bisa menyebabkan iritasi mata, pneumonia, alergi, hingga gangguan pernapasan akut. Tidak hanya itu, ia juga berkontribusi pada pemanasan global dan berpotensi menimbulkan kebakaran yang tak terkendali – semua yang mengancam nyawa dan lingkungan warga.
Yang paling menyakitkan: aturan hukum sudah jelas, tapi tidak dijalankan. Di Indonesia, pembakaran sampah liar secara tegas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang menyatakan bahwa pembakaran sampah di luar tempat yang ditetapkan adalah ilegal. Di tingkat provinsi, ia juga melanggar Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, yang menentukan sanksi denda hingga Rp50 juta atau kurungan penjara. Jika dampaknya merusak lingkungan secara luas, pelaku juga bisa dikenai pidana menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan sanksi penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Bahkan, Pemerintah DKI Jakarta berencana menerapkan sanksi sosial seperti mempublikasikan foto pelaku untuk memberikan efek jera. Tapi semua itu seolah-olah hanyut di udara asap yang tak berkesudahan. Di perbatasan Duri Kosambi dan Kembangan, oknum yang tidak bertanggungjawab terus membakar sampah tanpa takut. Meski aparat kelurahan sudah pernah turun ke lokasi, praktik ini tidak pernah benar-benar berhenti.
“Saya mewakili warga sekitar berharap agar pihak terkait seperti kelurahan setempat bisa lebih fokus untuk menindaklanjuti agar praktik pembakaran liar tersebut tidak terjadi lagi dan memberikan sanksi tegas kepada oknum yang melakukannya,” ujar salah satu warga berinisial DJ kepada awak media pada hari ini (27/12/2025).
Tapi di balik kata-kata harapan DJ, tersirat kemarahan yang meledak. “UU & Perda ada, tapi tindakan hanya omong kosong! Kelurahan cuma datang, lihat, ngobrol, lalu pulang. Sampai kapan warga harus menderita karena ketidakpedulian aparat?” teriak salah satu warga lain yang tidak mau disebutkan namanya.
Asap yang menyebar kemana-mana tidak hanya merusak kesehatan, tetapi juga memperburuk kualitas udara Jakarta yang sudah terkenal buruk di dunia. Warga yang tinggal di kedua sisi perbatasan harus hidup dengan bau menyengat dan pandangan yang terhalang – semua karena oknum yang tidak takut hukum dan pihak berwenang yang lebih suka diam daripada bertindak.
Sumber: Abun
Editor: Romo Kefas

