Depok, JABAR – Aksi premanisme yang semakin merajalela di jalanan Kota Depok memicu keresahan warga dan mempertanyakan integritas aparat penegak hukum. Berdasarkan investigasi media, seorang warga Depok berinisial Wyd menyampaikan keluhannya terkait maraknya aksi premanisme (MATEL) di sepanjang jalan Kota Depok, Bogor, Jalan Juanda, Jl. Raya Keadilan, Jl. Raya Bogor, Jl. Raya Margonda, Jl. Raya Ir. H. Djuanda, Jl. Raya Kartini, Jl. Raya Sawangan, Jl. Raya Citayam, Jl. Raya Cilodong, Jl. Raya Tapos, Jl. Raya Limo, Jl. Raya Cinere, Jl. Raya Gandul, dan sebagian jalan-jalan kecil. Aksi ini dinilai melanggar hukum, meresahkan masyarakat, serta mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan.
Wyd mengungkapkan bahwa pada tanggal 1 Oktober 2025, ia telah melayangkan surat pengaduan ke Kapolres Depok, dengan tembusan ke Irwasda Polda Metro Jaya dan Kabid Propam Polda Metro Jaya. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan dari pihak terkait. Hal ini menimbulkan dugaan adanya unsur kesengajaan atau pembiaran, sehingga aksi premanisme (MATEL) semakin merajalela dan menyusahkan masyarakat.
Pada tanggal 28 September 2025, usai menjalani sidang, Wyd menyaksikan aksi sadis sejumlah preman (MATEL) yang mengepung seorang ibu pengendara sepeda motor. Wyd dengan sigap mendekati dan memberikan penjelasan kepada para oknum tersebut bahwa penarikan unit kendaraan harus dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang berlaku, yakni melalui gugatan pengadilan dan penyitaan oleh jurusita pengadilan. Namun, penjelasan tersebut ditolak dengan nada menantang, bahkan para preman tersebut menyatakan:
“Kami tidak takut dengan hukum karena pimpinan kami sudah bekerjasama dengan kepolisian Kapolsek, Kapolres bahkan Kapolda Metro Jaya.”
Tindakan preman (MATEL) liar ini jelas merupakan tindakan kekerasan dan melanggar hukum. Dalam perkara fidusia, tindakan tersebut diatur oleh UU No. 42 Tahun 1999. Secara pidana umum, aksi tersebut dapat dijerat dengan pasal 365, 368, jo pasal 27 UU No. 22 Tahun 2009, dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang hukumannya lebih berat.
Menurut hukum, penarikan kendaraan akibat kredit macet harus dilakukan melalui permohonan eksekusi ke pengadilan. Penarikan hanya dapat dilakukan jika ada jaminan fidusia dan surat tugas dari perusahaan pembiayaan, serta dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Penarikan kendaraan secara paksa di jalan oleh mata elang tanpa dasar hukum yang jelas adalah tindakan melawan hukum.
Mendengar perkataan para preman tersebut, Wyd merasa kaget dan bertanya-tanya, mengapa polisi yang seharusnya mengayomi dan melayani masyarakat, justru diduga membekingi aksi premanisme (MATEL) yang meresahkan.
Wyd, sebagai warga dan praktisi hukum, serta para awak media berharap kepada seluruh jajaran kepolisian, mulai dari Kapolsek Depok, Kapolres Depok, hingga Kapolda Metro Jaya, untuk segera mengambil tindakan tegas memberantas aksi sadis preman (MATEL) yang telah melanggar hukum dan mengganggu keamanan serta ketertiban masyarakat Kota Depok. (Axnes)