Saat Regina Art Menyentuh Hati Gen Z Lewat Monolog Siti Walidah

Saat Regina Art Menyentuh Hati Gen Z Lewat Monolog Siti Walidah

Spread the love

Jakarta – Regina Art sukses menggelar pertunjukan teater monolog bertajuk “Aku yang Tak Kehilangan Suara”, sebuah pementasan yang menyentuh dan menggugah emosi.

Diselenggarakan dalam dua sesi—pukul 15.00 dan 19.00 WIB—di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, pada Sabtu (31/5), pertunjukan ini dipadati penonton, didominasi oleh generasi Z. Lewat kisah inspiratif tentang Siti Walidah, pertunjukan ini berhasil membuka wawasan penonton muda tentang sejarah perempuan Indonesia yang selama ini kurang dikenal.

Monolog ini menampilkan aktris Tika Bravani sebagai Siti Walidah, sosok pelopor perempuan dalam sejarah Muhammadiyah dan pendiri Aisyiyah. Dalam durasi sekitar satu jam, pertunjukan membawa penonton menyelami kisah perjuangan batin Siti Walidah—dari renungan sunyi, tekanan budaya patriarki, hingga keberaniannya menyuarakan pikiran dan keyakinan.

“Siti Walidah bukan hanya bagian dari sejarah Muhammadiyah. Ia adalah sejarah itu sendiri,” ujar Wawan Setiawan, sutradara pertunjukan.

Diselenggarakan oleh Regina Art dan didukung oleh Djarum Foundation, pertunjukan ini tidak hanya menyoroti aspek artistik, tetapi juga menjadi medium edukasi sosial dan sejarah yang kuat.

Regina Art: Menjadikan Panggung sebagai Ruang Refleksi

Didirikan oleh Joane Win, Regina Art hadir sebagai komunitas seni yang konsisten menghadirkan pertunjukan bertema sosial, budaya, dan gender. Dalam kata sambutannya, Joane menekankan pentingnya menyuarakan kembali tokoh-tokoh perempuan yang kerap dibungkam oleh sejarah.

“Siti Walidah adalah simbol kekuatan sunyi. Ia mungkin tidak banyak terdengar, tetapi dampaknya terasa hingga hari ini,” ujar Joane.

“Kami ingin generasi muda tahu bahwa suara perempuan dalam sejarah tidak boleh lagi dibisukan.”

Dengan pendekatan minimalis hanya satu aktor dan tanpa banyak properti panggung justru menjadi ruang reflektif yang kuat secara emosional.

Penonton Gen Z: Dari Penasaran Menjadi Terinspirasi

Pertunjukan ini mendapat respons emosional dari para penonton, terutama kalangan Gen Z. Salah satunya, Aulia Fazardzada dari Bandung, mengaku awalnya belum familiar dengan teater monolog, namun justru mendapatkan pengalaman yang membekas.

“Awalnya aku pikir bakal bosan, tapi ternyata sangat menyentuh. Aku jadi penasaran dengan sejarah dan merasa perempuan harus bisa berdiri di atas kakinya sendiri,” kata Aulia.

Beberapa penonton bahkan tampak menyeka air mata, larut dalam kekuatan narasi dan penampilan akting yang autentik.

Teater dan Pendidikan Kultural

Ditulis oleh Dian Eka Wati berdasarkan riset arsip Muhammadiyah, naskah ini menghadirkan Siti Walidah sebagai tokoh utama perubahan sosial—bukan sekadar pendamping dalam sejarah pria besar.

Lewat monolog ini, Regina Art membuktikan bahwa teater masih relevan sebagai media edukasi yang menyentuh ranah kultural dan psikologis masyarakat.

“Kami percaya, seni pertunjukan bukan sekadar hiburan. Ia bisa menjadi alat untuk menyampaikan isu penting dan membangun kesadaran kolektif,” jelas Joane.

Dengan mengusung nilai sejarah, pemberdayaan perempuan, dan edukasi generasi muda, “Aku yang Tak Kehilangan Suara” menjadi bukti bahwa panggung teater masih memiliki tempat yang penting di tengah derasnya arus digitalisasi.

Pertunjukan ini menjadi bagian dari agenda budaya Regina Art yang secara konsisten menghadirkan karya-karya yang bersentuhan dengan isu kemanusiaan, sejarah, dan kesetaraan.[R_KFS74D]

error: Content is protected !!