Oleh: Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas), Waksekjend Parkindo (Partisipasi Kristen Indonesia)
Bekasi – Indonesia, panggung politik kita yang dinamis, membutuhkan harmoni dari beragam suara. Di tengah gemuruhnya, ada satu suara yang lama meredup, namun menyimpan energi revolusioner untuk perubahan: suara umat Kristen. Kini, saatnya suara itu kembali menggelegar, bukan hanya sebagai pelengkap, tapi sebagai kekuatan penentu arah bangsa. Kehadiran partai politik Kristen bukan lagi sekadar opsi, melainkan keniscayaan dalam dinamika politik kebangsaan Indonesia, sebuah amanat sejarah untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bermartabat. Ini adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang secara eksplisit menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Seperti kata pepatah Sunda, “Sacangreud pageuh, sagolek pangkek” (sekali berikrar harus teguh, sekali bertindak harus konsisten), yang mengingatkan kita bahwa setiap langkah dalam perjuangan ini harus didasari komitmen yang kuat, agar tujuan mulia dapat tercapai.
Namun, mengapa suara ini perlu diorganisasikan dalam sebuah partai politik? Pertanyaan ini penting untuk dijawab agar kehadiran partai Kristen tidak dianggap sebagai eksklusivisme, melainkan sebagai bagian dari solusi atas persoalan bangsa yang kompleks. Jawabannya terletak pada realitas yang masih dihadapi umat Kristen di Indonesia. Meski dijamin konstitusi, hak-hak mereka belum sepenuhnya terwujud, dan aspirasi mereka seringkali terabaikan dalam arus politik yang lebih besar, menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakadilan. Beberapa persoalan mendasar yang memicu kembali munculnya aspirasi untuk partai Kristen antara lain:
– Intoleransi dan Diskriminasi yang Meningkat (2023-2025): Dalam kurun waktu 2023 hingga 2025, berbagai kasus intoleransi terhadap umat Kristen terus terjadi. Contohnya, pada Mei 2023, ibadah jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai di Sumatera Utara dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon di Riau dibubarkan oleh kelompok masyarakat. Selain itu, aktivitas pendidikan agama Kristen di GBI Bandung Barat juga mengalami pembubaran. Pada tahun 2024, terjadi pelarangan perayaan Natal di beberapa daerah dengan alasan yang tidak jelas. Di awal tahun 2025, beberapa laporan masuk mengenai intimidasi terhadap umat Kristen yang sedang menjalankan ibadah di rumah-rumah. Kejadian-kejadian ini mencoreng wajah toleransi Indonesia dan mengancam harmoni sosial yang selama ini kita jaga.
– Penolakan Pendirian Rumah Ibadah: Hak untuk beribadah sesuai keyakinan juga terhambat dengan adanya penolakan pendirian gereja Kristen di Cilegon, menunjukkan adanya diskriminasi terhadap minoritas agama. Selain itu, penolakan pendirian sekolah Kristen Gamaliel juga terjadi di Parepare, Sulawesi Selatan, yang membatasi akses pendidikan berbasis agama.
– Tindakan Intoleran di Lingkungan Perumahan: Sikap intoleran juga muncul di lingkungan sekitar, seperti yang dialami seorang warga di Bekasi yang menunjukkan sikap tidak toleran terhadap tetangganya yang beragama Kristen dan sedang beribadah di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, bahkan di lingkungan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan.
Persoalan-persoalan ini menunjukkan bahwa representasi yang efektif dan terorganisir sangat dibutuhkan untuk menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak umat Kristen secara lebih terarah dan sistematis, serta memastikan bahwa kejadian-kejadian intoleransi seperti ini tidak terulang kembali dan mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
Ironisnya, di tengah maraknya kasus korupsi yang menjerat politisi dari berbagai partai, sejarah mencatat bahwa ketika partai Kristen pernah eksis di parlemen, tidak ada satu pun kadernya yang terjerat kasus korupsi. Hal ini menjadi modal penting untuk membangun kepercayaan publik dan membuktikan komitmen terhadap pemerintahan yang bersih, sebuah nilai yang sangat dibutuhkan dalam politik Indonesia saat ini. Fakta ini semakin memperkuat argumen bahwa kehadiran partai Kristen adalah sebuah dinamika positif yang dapat membawa angin segar dalam politik Indonesia, sebuah harapan akan integritas dan akuntabilitas yang selama ini dirindukan oleh masyarakat luas.
Meski ada segelintir politisi Kristen di berbagai partai, aspirasi khas komunitas ini seringkali terkubur dalam arus kepentingan yang lebih besar, sehingga kurang mendapatkan perhatian yang seharusnya. Oleh karena itu, partai politik Kristen hadir untuk mendobrak kekosongan ini, menjadi wadah yang fokus pada isu-isu vital bagi umat Kristen: kebebasan beragama, keadilan sosial, dan etika publik yang berlandaskan nilai-nilai Kristiani. Kebebasan beragama ini adalah fondasi penting yang dijamin oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan hak setiap orang untuk berkeyakinan dan beribadah sesuai dengan agamanya, sehingga memperkuat urgensi representasi yang efektif dan terstruktur.
Dengan adanya representasi yang kuat, partai politik Kristen dapat membawa nilai-nilai Kristiani ke dalam arena publik untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Nilai-nilai seperti kasih, keadilan, perdamaian, dan pelayanan, bukan sekadar jargon agama, melainkan obor moral yang relevan untuk semua zaman, yang dapat menjadi pedoman dalam setiap tindakan dan kebijakan. Partai politik Kristen hadir untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal ini ke dalam setiap kebijakan publik, menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, beradab, dan menjunjung tinggi harkat manusia. Hal ini sejalan dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Seperti ungkapan Jawa, “Sepi ing pamrih, rame ing gawe” (bekerja tanpa pamrih, giat dalam berkarya), partai politik Kristen diharapkan dapat berkontribusi tanpa mementingkan diri sendiri, melayani dengan sepenuh hati, demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Partisipasi aktif ini bukan hanya tentang representasi di parlemen, tetapi juga tentang pemberontakan terhadap apatisme yang dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Kehadiran partai politik Kristen diharapkan dapat memicu partisipasi politik yang lebih dahsyat dari kalangan umat Kristen. Dengan adanya wadah yang jelas untuk menyalurkan aspirasi, umat Kristen akan semakin tergerak untuk terlibat dalam proses demokrasi, bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai pemain utama yang aktif dan bertanggung jawab. Partisipasi ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menjamin hak setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, sehingga memastikan bahwa setiap suara memiliki arti dan didengar oleh para pembuat kebijakan.
Namun, partisipasi politik yang aktif harus diimbangi dengan komitmen untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama. Partai politik Kristen bukan eksklusif untuk umat Kristen. Sebaliknya, partai ini hadir sebagai jembatan penghubung antara komunitas Kristen dan kelompok agama lainnya. Melalui dialog dan kerja sama yang konstruktif, partai ini berkomitmen untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama, merajut kembali persatuan dalam keberagaman yang merupakan kekayaan bangsa. Hal ini selaras dengan Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam keberagaman, sebuah fondasi penting bagi demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Dalam upaya membangun partai politik yang inklusif dan progresif, kita dapat belajar dari pengalaman negara lain. Di berbagai negara demokrasi, partai politik berbasis agama telah membuktikan diri sebagai kekuatan positif dalam pembangunan masyarakat. Mereka berhasil memperjuangkan nilai-nilai agama dalam kebijakan publik, sambil tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan toleransi. Pengalaman ini menjadi inspirasi membara bagi Indonesia untuk mengembangkan partai politik Kristen yang relevan dengan konteks Indonesia, yang mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.
Dengan berbekal inspirasi dan komitmen, partai politik Kristen siap menjawab tantangan zaman. Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan kompleks: korupsi yang merajalela, ketimpangan sosial yang menganga, dan radikalisme yang mengancam. Partai politik Kristen hadir dengan solusi alternatif yang berakar pada nilai-nilai Kristiani: integritas, keadilan, dan kasih. Dengan visi yang jelas dan program yang konkret, partai ini siap menjadi benteng terdepan dalam mengatasi berbagai krisis yang melanda bangsa.
Masa depan Indonesia ada di tangan kita. Jangan biarkan suara kebenaran terus teredam. Mari sambut panggilan sejarah ini dengan bara di dada dan semangat membara untuk perubahan! Bersama-sama, kita bisa membangunkan raksasa demokrasi yang tertidur dan mewujudkan Indonesia yang lebih adil, inklusif, dan beradab. Kehadiran partai politik Kristen adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika politik kebangsaan Indonesia, sebuah kontribusi konstruktif untuk mencapai cita-cita luhur bangsa. Bergabunglah, berikan dukungan, dan berpartisipasilah aktif dalam membangun partai politik Kristen yang berintegritas dan berkomitmen untuk melayani bangsa! Tentu saja, partai politik Kristen harus beroperasi dalam koridor konstitusi dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, toleransi, dan kerukunan antarumat beragama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, yang mengatur tentang pendirian, asas, dan tujuan partai politik di Indonesia, serta memastikan bahwa setiap partai politik berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa. “Adigang, adigung, adiguno” (jangan sombong dengan kekuatan, kekuasaan, atau kepandaian), ingatlah pesan Jawa ini agar partai politik Kristen selalu rendah hati dan melayani, demi Indonesia yang lebih baik, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. (*)