Webinar Pewarna Indonesia Angkat Peran Politik Yesus Berjuang untuk Perdamaian

Webinar Pewarna Indonesia Angkat Peran Politik Yesus Berjuang untuk Perdamaian

Spread the love

KLIKBERITA.NET Diskusi tentang politik selalu saja bicara Politik Kotor atau Politik Suci. Hal itulah yang muncul dalam diskusi Webinar bertajuk; “Politik Yesus Perjuangan Untuk Perdamaian,” pada, Jumat, 13 Agustus 2021. Webinar ini berkaitan refleksi HUT ke-76 RI.

Tentu jika belajar sejarah di masa Yesus, pun perjuangan politik sudah ada, paling tidak di jaman itu ada empat kelompok punya kepentingan politik. Pertama, kelompok yang Herodian yang setia dengan Herodes. Kelompok Saduki, kelompok Aristokrasi, para cedikia yang ingin Yahudi asli tetapi mempraktekkan kelompok pragmatisme.

Lalu ada kelompok Farisi, yang memeliharq Taurat, kelompok agamawan Yahudi, dan kelompok terakhir Zelot, kelompok pebangkang, kelompok penentang kekuasaan. Kelompok empat ini sebenarnya selalu saja ada di jaman modern ini. Empat kelompok politik.

Dalam Webinar yang dihadiri banyak tokoh-tokoh diantaranya Prof Dr Payaman Simanjutak, Pdt Saut Sirait. Diskusi zoom yang menampilkan empat pembicara dan tiga penanggap. Pembicara pertama Pdt. Dr. Ronny Mandang, M.Th yang merupakan Ketua Umum Aras Nasional Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII).

Pembicara kedua, Pdt. Dr. Richard M Daulay, mantan Sekretaris Umum PGI ini juga dosen politik dan menulis buku tentang politik. Pembicara ketiga Matius Ho sebagai salah satu pendiri Institut Leimena, sekarang Direktur Eksekutif Institut Leimena. Pembicara keempat, Dr Stefanus Roy Rening, SH.MH, Dewan Pembina Yayasan I.J. Kasimo, seorang pengacara dan pernah memimpin partai.

Ho dan Rening menceritakan kisah pemikiran dan gagasan dua tokoh masa lalu Johannes Leimena dan IJ Kasimo. Tentu dalam perjalanan sejarah bangsa ini tokoh-tokoh politik Kristiani selalu juga memberi peran besar. Johannes Leimena, disebut sosok negarawan sejati dan seorang politis yang berhati nurani. Leimena pernah mengatakan, “politik bukan alat kekuasaan, tetapi etika untuk melayani.”

Sementara sosok politisi kristiani masa lalu dari Katolik, Ignatius Joseph Kasimo, sebagai politisi I J menyakini, bahwa soal dasar negara ini merupakan soal hidup dan mati bangsa. Kasimo berkeyakinan, bahwa hanya dengan Pancasila sebagai dasar negara, maka di Indonesia akan terjamin kesetaraan antarwarganya serta kebebasan agama.

Sementara penanggap pertama, Mangasi Sihombing mantan Duta Besar, sekarang Wakil Ketua Partai Indonesia Damai (PID). Penanggap kedua, Kamaruddin Simanjutak SH, pengacara senior sekaligus Pendiri dan Ketua Umum Partai Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera (PDRIS).

Dan penanggap terakhir Dr. Drs. Bambang Radsudiman Utoyo, M.Th, dosen STT Sunsugos dan mantan birokrat DKI Jakarta. Ternyata Utoyolah yang dulu memilih judul diskusi karena disertasi saat menggambil doktor di STT Ikat, bertajuk “Politik Yesus Perjuangan untuk Perdamaian.”

Polarisasi dan Politik Salib
Ronny Mandang dalam pemaparannya menyebut, di umat Kristenten terjadi polarisasi, bahwa gereja berusaha untuk bagaimana mengubah dunia ini percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. Tetapi pada waktu yang bersamaan dunia juga sebenarnya sedang berusaha untuk sekularisasi kan gereja, orang-orang percaya. Dan yang kedua, pernyataan Yesus sendiri tentang dirinya memang tidak secara eksplisit dikatakan bahwa dia adalah Tuhan, tetapi kita semua pernah membaca dan mengerti.

“Saya meyakini ibu bapak sering juga menyampaikan hal-hal isi, Alkitab ini kepada banyak orang dimana Yesus pernah mengatakan berkali-kali Aku dan Bapa adalah satu satu kesatuan yang tidak terpisahkan itu juga mengatakan aku datang bukan dari dunia ini, dan juga pernah mengatakan, di dalam Injil Yohanes pasal 6 sampai pasal 8 sama seperti bapak mengutus aku demikian juga aku mengutus kamu ada kata sama-sama seperti bapa mengutus aku demikian aku mengutus kamu,” jelasnya. Bagi Mandang kalimat seperti ini beberapa kali muncul sama seperti bapa mengasihi aku demikian aku mengasihi kamu yang maknanya bahwa anak-anak Tuhan dipanggil untuk panggilan mulia.

Sementara itu, Pendeta Richard Daulay menyebut politik moral. “Yesus memperjuangkan politik moral, bukan politik praktis partai politik yang ingin merebut kekuasaan dan misi Yesus. Daulay juga mengisahkan PGI di tahun 80-an punya tanggung jawab politik dalam arti turut serta secara aktif di dalam mengupayakan kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dengan dan perjuangkan keseimbangan antara kekuasaan keadilan. Jadi agendanya juga bukan politik praktis dan praktik politik partisipan, tetapi politik moral.

Matius Ho bahwa politik bagi tataran individual jadi refleksinya dan bagaimana itu dikaitkan dengan contoh history siapa yang bisa seperti mencerminkan nilai-nilai yang saya pelajari ketika merenungkan salib. Ketika merenungkan Yesus dan salib dan contoh indeks topik yang diangkat dan tadi sudah di singgung adalah dokter Johanes Leimena. “Bagi saya yang menarik itu adalah kata-kata mengambil rupa seorang hamba sehingga kalau meningkatkan politik salib atau apa yang saya dapatkan dari memenangkan Yesus dan salib yang pertama itu adalah memang sikap atau semangat untuk melayani. Salah satu cirinya apa yang dilakukan Leimena’ sebutnya.

Sementara Roy Rening menyebut, orang Kristen di Indonesia bukan saja menjadi garam tetapi harus sampai menjadi terang terutama di bidang politik. Karena itu, dia menyerukan teman-teman Kristen yang mau terlibat dalam dalam kehidupan di politik harus menjadi mitra dan persoalan kita ke arah kemandirian. “Pada Pemilu 2014 dan 2019 sudah tidak ada lagi partai partai Kristen dan saya memberikan respon kepada teman-teman yang masih memikirkan itu supaya jangan sampai jangan sejarah umat Kristen dalam kehidupan politik hilang ditelan bumi. Saya kira harus kita sampaikan bahwa kita memiliki kelemahan sekarang, karena kita tidak bisa lagi menjadi terang bangsa, kita hanya menjadi garam,” ujarnya. (Kefas)

error: Content is protected !!