Bantu Pemulihan Penyintas Tindak Terorisme, Pemprov Jateng Perkuat Sinergi dengan BNPT

Bantu Pemulihan Penyintas Tindak Terorisme, Pemprov Jateng Perkuat Sinergi dengan BNPT

Spread the love

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memperkuat sinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dalam upaya pemenuhan bantuan dan pemulihan penyintas atau korban tindak pidana terorisme.

“Korban akibat tindak terorisme ini memang perlu mendapatkan perhatian dan bantuan. Terutama untuk anak dan istri korban. Kalau perlu ada anggaran khusus untuk itu. Sementara untuk eksnapiter, sudah banyak dilakukan,” kata Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana, saat menerima kunjungan Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol Imam Margono bersama jajaran Subdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme di kantornya, Kamis (4/7/2024).

Ditambahkan, berdasarkan data BNPT, setidaknya ada 40 penyintas tindak terorisme di Jawa Tengah. Terbanyak, berada di daerah Soloraya sekitar 21 penyintas.

“Kita butuh data penyintas yang sudah diasesmen oleh BNPT. Beberapa kegiatan nanti mungkin bisa disinergikan. Termasuk, terkait bantuan apa yang dibutuhkan oleh penyintas,” beber Nana.

Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Imam Margono mengatakan, penilaian kebutuhan terhadap masing-masing penyintas sudah dilakukan. Sejumlah kegiatan  bisa diberikan kepada penyintas, agar bisa melanjutkan hidupnya. Sebab, penyintas menjadi tanggung jawab negara, mulai pemerintah pusat sampai pemerintah daerah.

“Peran BNPT mengkoordinasikan kepada kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah, tentang kebutuhan korban ini. Kebutuhan korban itu banyak yang terhambat aturan teknis,” terangnya.

Imam mencontohkan, untuk memberikan bantuan kepada korban, harus melalui data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Padahal tidak semua penyintas masuk dalam kategori miskin.

“Korban ini harus diperhatikan sendiri, karena dilindungi undang-undang. Tidak semua korban itu miskin, tapi ia memerlukan bantuan,” ujarnya.

Ditambahkan, kategori bantuan yang dibutuhkan tersebut meliputi bantuan medis, psikologis, psikososial, dan kompensasi. Secara detail ada yang berupa pendidikan untuk anak penyintas dan modal usaha, untuk korban atau keluarga yang ditinggalkan.

“Kompensasi jelas aturannya. Minimal mereka harus dapat rehabilitasi psikologis karena trauma dan sebagainya,” jelas Imam (***)

error: Content is protected !!