Bogor – Bukan sekadar partai dengan identitas agama, tapi harapan baru untuk politik yang lebih bersih, inklusif, dan penuh semangat. Beberapa waktu yang lalu ratusan tokoh Kristen dari berbagai kalangan telah melakukan Rapat di The Tavia, Heritage Hotel Cempaka Putih Jakarta pada Kamis (04/12/2025) menunjukkan bahwa aspirasi akar rumput akhirnya mau berbicara dengan suara yang formal dan terstruktur – untuk melanjutkan jejak Parkindo, Partai Katolik, PDKB, dan PDS yang pernah mewarnai panggung politik Indonesia. Seperti yang dikatakan dalam pribahasa Jawa: “Wonten ing susupan, woni ing dadapan” – ada yang tersembunyi (jejak masa lalu) dan ada yang terlihat (harapan baru yang sedang dibangun).
Siapa yang tidak bosan dengan skenario politik yang berulang-ulang? Korupsi yang tak kunjung hilang, kepentingan elitis yang selalu didahulukan, dan suara rakyat yang cuma jadi latar belakang. Saat inilah muncul cahaya baru: inisiasi pembentukan partai politik baru yang mengangkat aspirasi umat Kristen – tapi dengan wawasan yang jauh melampaui itu, siap memberi warna baru di kancah nasional dan melanjutkan jejak serta prestasi para partai berbasis agama Kristen dan Katolik masa lalu, mulai dari Parkindo, Partai Katolik, PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa), hingga PDS (Partai Damai Sejahtera).
Banyak yang mungkin lupa, bahwa panggung politik Indonesia pernah dipenuhi oleh suara-suara dari partai berbasis agama Kristen dan Katolik. Setiap partai itu memiliki jejak dan prestasi tersendiri yang tak tergeser:
– Parkindo (Partai Kristen Indonesia): Lahir sejak masa kemerdekaan, partai ini berhasil membawa suara umat Protestan ke parlemen nasional dan daerah. Prestasinya antara lain mendorong kebijakan pendidikan yang merata, terutama di daerah terpencil yang banyak dihuni umat Kristen, serta berperan aktif dalam mempromosikan persatuan bangsa.
– Partai Katolik: Sebagai partai yang mewakili umat Katolik, ia pernah mencatat prestasi dalam bidang kesehatan dan sosial, membangun rumah sakit dan lembaga kesejahteraan di berbagai daerah. Partai ini juga sering menjadi suara pendukung hak-hak minoritas dan keberagaman.
– PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa): Didirikan pada 5 Agustus 1998 di Jakarta dengan ketua umum Prof. Dr. Manase Malo dan Sekretaris Jenderal Seto Harianto, partai ini diisi oleh pengurus dari kalangan perguruan tinggi dan mengutamakan nilai-nilai kasih, keadilan, dan kerukunan. Meskipun berbasis pendukung utama umat Kristen, Katolik, dan etnis keturunan, PDKB mengaku tidak sektarian. Prestasinya paling mencolok adalah pada Pemilu 1999: meraih 550.846 suara (0,52%) dan mendapatkan 5 kursi di DPR RI, serta menekankan program penegakan HAM, demokrasi, dan pelestarian lingkungan hidup. Meskipun kemudian mengalami perpecahan, perubahan nama, dan tidak lolos berpartisipasi dalam Pemilu 2004 dan 2009, jejak nilai-nilainya tetap terasa – bahkan hingga saat ini PDKB masih berusaha bangkit dan mendaftar sebagai peserta Pemilu 2024.
– PDS (Partai Damai Sejahtera): Didirikan pada 1 Juni 1998 oleh sejumlah tokoh Kristen dari berbagai mazhab, PDS mengusung visi “damai, sejahtera, dan keadilan” sebagai landasan. Prestasinya yang paling jelas adalah pada Pemilu 1999 dan 2004:
– Pemilu 1999: Meraih 1,7% suara nasional dan mendapatkan 13 kursi di DPR RI, serta banyak kursi di DPRD daerah – terutama di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Maluku yang banyak dihuni umat Kristen.
– Pemilu 2004: Tetap kuat dengan 1,3% suara
Partai ini juga terkenal karena berperan aktif dalam menyelesaikan konflik sosial dan agama di Maluku dan Poso pada awal 2000-an, menjadi mediator antara pihak-pihak yang berselisih. Selain itu, PDS mendorong kebijakan pengembangan daerah terpencil, peningkatan kualitas pendidikan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang banyak terkait dengan umat Kristen. Meskipun di Pemilu 2009 dan selanjutnya PDS mengalami penurunan suara dan akhirnya bergabung dengan koalisi partai lain, jejaknya dalam mempromosikan damai dan kesejahteraan di daerah tetap tak tergeser.
Meskipun sebagian dari partai ini sudah tidak aktif lagi atau bergabung dengan partai lain, jejak dan prestasinya tetap terasa: mereka membuktikan bahwa umat Kristen dan Katolik bisa berperan aktif dan konstruktif dalam sistem politik, serta memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya struktur yang kuat dan visi yang relevan. Ini adalah “yang wonten ing susupan” – jejak masa lalu yang tidak terlihat tapi tetap menjadi landasan kuat.
Gerakan pembentukan partai baru ini bukanlah kebetulan. Ini adalah kelanjutan dari semangat Parkindo, Partai Katolik, PDKB, dan PDS yang pernah ada, namun kini dihidupkan kembali karena kebutuhan yang terlalu jelas di tengah masyarakat – dan dengan harapan melebihi prestasi masa lalu. Bukan karena keinginan dari atas, tapi karena rakyat di akar rumput sudah terlalu lama merasa terpinggirkan – dan mereka tahu, kehadiran formal di sistem politik adalah satu-satunya cara untuk berbicara lebih keras.
Pemilihan nama partai pun menunjukkan kejeniusan yang mendalam: Partai Kasih Karunia, Partai Setara Indonesia (disingkat Setara), dan Partai Sejahtera Nusantara (juga disingkat Setara). Semua nama itu tidak cuma bunyi bagus, tapi membawa makna yang kuat – mengusung harapan akan keadilan, kasih, dan kesejahteraan untuk semua. Ini adalah lompatan jauh dari nama-nama partai lama yang lebih terfokus pada identitas agama semata, namun tetap meresapi nilai-nilai yang menjadi dasar prestasi Parkindo, Partai Katolik, PDKB, dan PDS.
Mengenai kepengurusan, ada keseimbangan yang cerdas: pengurus inti dirancang untuk mewakili identitas inti gerakan, namun ruang tetap disediakan bagi individu non-Kristen untuk memegang peran mediasi dan moderasi di bidang lain. Ini adalah langkah yang cerdas – menunjukkan bahwa partai ini tidak tertutup dari keberagaman bangsa, tapi juga tidak kehilangan akar dirinya, seperti yang pernah jadi tantangan bagi beberapa partai lama meskipun mereka telah mencatat prestasi di bidang keberagaman.
Yang paling mencolok adalah keseriusan dalam mengikuti aturan hukum dan administrasi. Setiap langkah direncanakan dengan cermat: memastikan nama partai belum terdaftar (seperti Parsindo yang sudah ada), menyiapkan KTP para pendiri untuk penyerahan ke Notaris, menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sesuai, memastikan tidak ada pendiri yang terdaftar di partai lain, dan menerapkan kuota minimal 30% perempuan di antara pendiri.
Struktur internal juga dirancang untuk kuat: Dewan Pembina dan Mahkamah Partai menjadi wajib, dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas – mengatasi kesalahan yang sering membuat partai lain (termasuk Parkindo, PDKB, dan PDS di masa lalu) gagal karena konflik internal yang tak teratasi, meskipun ia telah berhasil mencapai prestasi di luar sana. Untuk berpartisipasi dalam pemilu, partai juga harus memiliki kepengurusan yang tersebar merata di seluruh 38 provinsi Indonesia – bukti bahwa mereka serius untuk menjangkau setiap sudut negeri, tidak hanya daerah dengan konsentrasi umat Kristen atau Katolik seperti yang pernah dilakukan oleh partai lama.
Yang paling membuat artikel ini terangsang adalah visi anti-korupsi yang tegas. Partai ini dirancang sebagai wadah yang bersih dan berintegritas, menolak segala bentuk praktik korupsi – bahkan dengan dukungan terhadap tindakan tegas bagi pelaku. Ini adalah poin yang sangat penting, karena masyarakat sudah sangat muak dengan korupsi yang merajalela dan merusak tatanan negara – dan ini adalah bidang baru yang tidak pernah menjadi fokus utama prestasi partai lama seperti Parkindo, Partai Katolik, atau PDS.
Terhadap komunitas non-Kristen, terutama umat Muslim, pendekatan yang diusulkan adalah sederhana namun efektif: pergaulan dan interaksi yang hangat, sesuai dengan semangat keberagaman yang menjadi jiwa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa partai ini ingin bekerja sama, bukan berseteru – sesuatu yang juga pernah dicoba oleh partai lama dan menjadi salah satu prestasinya, namun kini akan diangkat ke level yang lebih tinggi.
Untuk identitas visual, nuansa Api diusulkan sebagai simbol – mewakili semangat perjuangan, keberanian, dan tekad yang membara dalam memperjuangkan kepentingan umat dan cita-cita kebangsaan. Ini bukan cuma simbol cantik, tapi simbol yang mendorong – memberi semangat bagi siapa pun yang ingin bergabung dalam perjuangan untuk yang lebih baik, melampaui apa yang pernah dicapai oleh Parkindo, Partai Katolik, PDKB, atau PDS. Ini adalah “yang woni ing dadapan” – harapan baru yang terlihat dan sedang menyala dengan kuat.
Tentu, partai baru ini bukanlah jawaban untuk semua masalah politik Indonesia. Tapi ini adalah kehadiran yang tak bisa diabaikan – saat partai Kristen kembali melangkah ke panggung nasional dengan wajah baru, landasan kuat dari jejak Parkindo, Partai Katolik, PDKB, dan PDS, serta visi yang segar dan tegas. Tidak lagi hanya berbicara tentang identitas agama, tapi tentang keadilan, anti-korupsi, dan inklusivitas yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
Seperti yang disampaikan oleh pribahasa Jawa itu, “wonten ing susupan, woni ing dadapan” – jejak masa lalu yang tersembunyi telah menjadi pondasi yang kokoh, dan harapan baru yang terlihat kini menyala dengan bara perjuangan yang tidak bisa dipadamkan. Ini adalah saatnya partai Kristen menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi pembeda sejati di politik nasional yang membosankan – bukan untuk mendominasi, tapi untuk membawa suara akar rumput, mempromosikan kebaikan, dan membangun negeri yang lebih baik bagi semua. Jangan biarkan bara ini padam – karena ini adalah harapan baru yang telah lama ditunggu.
Penulis: Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas) – Jurnalis Pewarna Indonesia, Wakil Sekretaris Jenderal Ormas Parkindo

