Boyolali di Hatiku": Semangat Cinta Anak Muda yang Mengubah Kabupaten "Kota Susu" Menuju Panggung Global

Boyolali di Hatiku”: Semangat Cinta Anak Muda yang Mengubah Kabupaten “Kota Susu” Menuju Panggung Global

Spread the love

SLEMAN, 05 Desember 2025 – Di tengah lonjakan pertumbuhan industri dan status sebagai sentra penghasil susu terbesar Pulau Jawa, Kabupaten Boyolali tidak hanya bertahan dengan semboyan “Boyolali Tersenyum” (Tertib, Elok, Rapi, Sehat, Nyaman) – tapi juga melahirkan gerakan akar rumput yang membawa makna baru pada kata “cinta tanah air”: “Boyolali di Hatiku”. Diprakarsai oleh sekelompok anak muda yang penuh semangat, gerakan ini menyeberangi batasan sosial, agama, dan profesi untuk menjadi dukungan nyata percepatan pembangunan, dengan wawasan yang tidak hanya lokal, melainkan nasional bahkan global.

Ide yang kemudian menjadi gerakan ini pertama kali dicetuskan oleh Christman Yudiyanto, terinspirasi langsung dari kegiatan “Klaten di Hatiku” yang digagas Pendeta Dedy. Tanpa berlama-lama, ide itu disambut hangat dan dikembangkan bersama rekan-rekan setia: Yosafat Arif Nugroho, Heskia Farulian (yang akrab disapa Chiyel), dan Christina Puji Astuti. Awalnya hanya sebuah gagasan tentang kepedulian sosial, gerakan ini perlahan berkembang menjadi jaringan komunitas yang kreatif, dengan fokus pada tiga pilar utama: dimensi sosial, kemanusiaan, dan kerukunan lintas keagamaan.

Yang membuat “Boyolali di Hatiku” menjadi berbeda adalah bagaimana para penggeraknya memanfaatkan keahlian masing-masing untuk memberikan dampak nyata. Yosafat Arif Nugroho, seorang pengusaha muda dan musisi kreatif, menekankan pentingnya peran warga asli Boyolali sebagai “tuan rumah” di daerahnya sendiri – terutama mengingat prospek pertumbuhan industri yang akan menarik banyak pendatang. “Sekarang dan nanti, Boyolali akan jadi magnet kerja dan tinggal,” katanya dengan tegas. “Penduduk asli tidak boleh tertinggal; kita harus terpacu untuk maju, bersinergi, dan yang sudah sukses di luar harus selalu ingat kampung halaman untuk berkontribusi.” Yang tidak kalah penting, Yosafat berasal dari keluarga pengusaha jamu tradisional Tilung – bisnis yang sudah bertahan lama dan berkontribusi besar pada kesehatan masyarakat Boyolali.

Dukungan dari tokoh-tokoh inspiratif semakin memperkuat pijakan gerakan ini. Dr. Haryadi Baskoro (yang akrab disapa Mas HB), seorang pakar Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, memberikan dukungan penuh dan melihat potensi kreatif para penggerak. “Mas Christman dan Mas Yosafat punya latar belakang bisnis jamu yang sudah membanggakan – itu saja sudah memberikan manfaat bagi kesehatan warga,” jelas Mas HB. “Sedangkan Chiyel sebagai content creator, bisa mempromosikan keindahan pariwisata Boyolali ke seluruh Indonesia bahkan dunia. Artinya, setiap orang di tim punya cara sendiri untuk berkarya kontributif, tidak perlu semuanya sama jalur.” Bahkan, Mas HB bersama para sahabatnya sedang menyusun buku berjudul “Boyolali di Hatiku, Membangun Indonesia dengan Cinta” – yang diharapkan dapat menyebarkan semangat gerakan ini ke daerah lain dan menjadi referensi bagi komunitas anak muda lainnya.

Entrepreneur Pulung W Pinto juga memberikan penilaian tinggi terhadap potensi gerakan ini. “Tim ‘Boyolali di Hatiku’ punya energi yang luar biasa dan wawasan yang luas,” katanya. “Bukan hanya membangun Boyolali, tapi mereka juga bisa memberikan dampak positif di tingkat nasional dan global – karena semangat cinta yang mereka bawa itu universal.”

Boyolali sendiri, sebagai salah satu kabupaten strategis di Provinsi Jawa Tengah, telah lama dikenal sebagai “Kota Susu” karena menjadi salah satu sentra penghasil susu sapi terbesar di Pulau Jawa. Namun, seiring waktu, daerah ini juga mengalami pertumbuhan signifikan di sektor industri, menjadikannya salah satu daerah terpadat dan berkembang di Jawa Tengah. Semboyan “Boyolali Tersenyum” yang dipegang teguh oleh pemerintah dan masyarakat menjadi landasan, dan gerakan “Boyolali di Hatiku” muncul sebagai pelengkap – membuktikan bahwa pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya tentang infrastruktur, tapi juga tentang semangat kebersamaan dan cinta yang tumbuh dari dalam masyarakat.

Dengan semua potensi dan dukungan yang ada, “Boyolali di Hatiku” tidak hanya menjadi gerakan lokal yang hangat – tapi juga cerminan dari bagaimana anak muda Indonesia hari ini bisa membangun negara dengan cara yang penuh cinta, kreatif, dan berdampak nyata.

Penulis: Pulung Wahyu Pinto | Foto: Istimewa | Editor: SHN

error: Content is protected !!