BUMD Kota Bekasi: Saatnya Mengubah Disfoni Kepentingan Menjadi Simfoni Kemandirian!

BUMD Kota Bekasi: Saatnya Mengubah Disfoni Kepentingan Menjadi Simfoni Kemandirian!

Spread the love

Bekasi – BUMD, yang seharusnya menjadi melodi kemandirian ekonomi Kota Bekasi, kini justru terdengar seperti disfoni kepentingan, penuh sumbang dan intrik yang menyesakkan. Penempatan para ‘antek’ Pemkot di kursi komisaris dan dewan pengawas, berpayung pada regulasi yang multitafsir, adalah ironi yang tak bisa lagi kita toleransi. Alih-alih menjadi orkestra yang menghasilkan harmoni inovasi dan efisiensi, BUMD terkesan hanya menjadi panggung bisu, tempat aspirasi rakyat diredam dan potensi daerah dikerdilkan. Sampai kapan kita akan membiarkan BUMD terus terperosok dalam kubangan kepentingan? Saatnya kita bangkit, mengubah disfoni ini menjadi simfoni kemandirian yang membahana!

Di tengah gemerlap pembangunan yang didengungkan sebagai simfoni kesejahteraan, terselip nada-nada palsu yang mengkhianati harapan. Pemerintah Kota Bekasi, berlindung di balik Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, menempatkan para ‘boneka’ di kursi empuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pertanyaannya bukan lagi apakah ini demi harmoni pengelolaan aset daerah, melainkan apakah kita rela aset daerah terus dikelola dengan aransemen ‘kursi goyang’ yang hanya menguntungkan segelintir politisi haus kekuasaan?

Regulasi, layaknya partitur yang sakral, seharusnya menjadi kompas moral yang menuntun kita pada kebenaran dan keadilan. Namun, Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 justru menjadi labirin interpretasi, yang membuka pintu bagi praktik-praktik yang merugikan rakyat. Bagaimana mungkin seorang pejabat, yang seharusnya fokus mengurus ritme pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bisa piawai mengawasi dan mengembangkan BUMD? Contohnya, seorang kepala dinas kebersihan yang tiba-tiba diangkat menjadi komisaris perusahaan pengelola sampah daerah. Apakah keahliannya dalam mengangkut sampah otomatis menjadikannya ahli dalam bisnis daur ulang, ataukah ini sekadar ‘hadiah’ atas kepatuhan yang tak terucap? Bukankah ini bentuk pengkhianatan terhadap prinsip good corporate governance yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, yang seharusnya menjamin profesionalitas dan independensi dalam pengelolaan BUMD?

Kita tidak boleh lagi membiarkan BUMD, yang seharusnya menjadi melodi utama perekonomian daerah sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, justru menjadi ‘kotak pandora’ yang hanya mengeluarkan kepentingan segelintir elite. Kita tidak boleh lagi merelakan aset daerah, yang merupakan amanah rakyat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dikelola dengan mentalitas ‘aji mumpung’, layaknya konduktor yang hanya memimpin orkestra untuk memuaskan egonya sendiri. Sudah cukup kita melihat BUMD yang terus merugi, sementara para direksi dan komisarisnya tetap menikmati fasilitas mewah dan gaji selangit, seolah penderitaan rakyat adalah lelucon yang menggelikan.

Oleh karena itu, mari kita kobarkan semangat perubahan! Mari kita tuntut audisi yang jujur dan transparan terhadap para ‘pemain’ BUMD! Jangan biarkan regulasi yang seharusnya menjadi not balok yang suci, justru menjadi alat pembenaran untuk praktik-praktik yang haram, yang jelas-jelas bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Jika kita benar-benar ingin mengharmonikan kinerja BUMD, mari kita buka audisi bagi para profesional yang kompeten dan berintegritas! Jangan lagi kita terjebak dalam lingkaran setan ‘orang dalam’ yang minim kompetensi dan sarat kepentingan! Coba kita tengok kasus seorang mantan ajudan walikota yang tiba-tiba didapuk menjadi direktur keuangan di BUMD properti, padahal pengalamannya di bidang keuangan nyaris nol. Kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola aset dan investasi yang kompleks seolah diabaikan demi ‘hubungan’ yang istimewa. Berapa banyak ‘nada sumbang’ yang telah mencemari BUMD Kota Bekasi? Siapa saja mereka? Dan sampai kapan kita akan terus menjadi korban dari orkestra kepentingan ini? Mari kita ukur kontribusi mereka bagi simfoni kemajuan daerah, berdasarkan indikator-indikator kinerja yang jelas dan terukur, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah!

Jangan biarkan BUMD terus menjadi ‘panggung sandiwara’ bagi para pejabat yang haus tepuk tangan dan minim kontribusi. Jangan biarkan anggaran BUMD terus menjadi ‘gong keberuntungan’ yang dipukul oleh segelintir elite, yang jelas-jelas mengkhianati prinsip efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah, yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sudah terlalu lama kita menyaksikan proyek-proyek BUMD yang sarat dengan praktik korupsi dan kolusi, di mana tender selalu dimenangkan oleh kontraktor yang itu-itu saja, dengan harga yang jauh di atas kewajaran. Apakah kita akan terus menutup mata dan membiarkan ketidakadilan ini merajalela?

Kita, sebagai warga Kota Bekasi, adalah pemilik sejati dari BUMD. Kita berhak menjadi kritikus musik yang jujur dan berani. Kita berhak menuntut transparansi dan akuntabilitas, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kita berhak mempertanyakan setiap aransemen yang berpotensi merusak harmoni pembangunan.

Oleh karena itu, mari kita geruduk DPRD Kota Bekasi! Mari kita desak mereka untuk melakukan audit investigasi yang mendalam dan menyeluruh terhadap BUMD! Bongkar semua partitur yang disembunyikan! Ungkap semua ‘nada sumbang’ yang bersembunyi di balik layar!

Karena, jika BUMD terus menjadi ‘ladang jabatan’, maka kemajuan Kota Bekasi hanya akan menjadi fatamorgana belaka. Sudah saatnya kita berani melawan status quo. Sudah saatnya kita menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMD. Jangan biarkan kursi BUMD terus menjadi ‘kursi goyang’ bagi para pejabat yang terlena dengan kekuasaan. Karena pada akhirnya, yang akan menanggung akibatnya adalah kita semua, rakyat Kota Bekasi. Mari kita rebut kembali hak kita! Mari kita ubah disfoni kepentingan ini menjadi simfoni kemandirian yang sejati!

Catatan:

– Kalimat Pembuka yang Memotivasi: Kalimat pembuka dirancang untuk membangkitkan semangat dan mengajak pembaca untuk bertindak.
– Pilihan Kata yang Lebih Emotif: Menggunakan pilihan kata yang lebih emotif dan membangkitkan perasaan, seperti “mengkhianati,” “menyesakkan,” “menoleransi,” “merugikan,” dan “menggelikan.”
– Pertanyaan Retoris yang Menantang: Mengajukan pertanyaan retoris yang menantang pembaca untuk merenungkan kondisi BUMD dan mengambil sikap.
– Seruan untuk Bertindak yang Lebih Tegas: Mengakhiri setiap paragraf dengan seruan untuk bertindak yang lebih tegas dan membangkitkan semangat.
– Penekanan pada Hak Rakyat: Menekankan bahwa rakyat adalah pemilik sejati dari BUMD dan berhak untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas.
– Ajakan untuk Bersatu: Mengajak seluruh warga Kota Bekasi untuk bersatu dan berjuang demi perubahan yang lebih baik.

Dengan penyempurnaan ini, diharapkan opini ini akan menjadi lebih berkesan, memotivasi, dan mampu menginspirasi warga Kota Bekasi untuk memperjuangkan pengelolaan BUMD yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Oleh AS Bocah Angon (74_D)

error: Content is protected !!