Era AI, Era Spiritualitas: Khilafat Ahmadiyah Menjawab Tantangan Zaman

Era AI, Era Spiritualitas: Khilafat Ahmadiyah Menjawab Tantangan Zaman

Spread the love

Bogor – Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) bersama Komunitas Esoterika menyelenggarakan dialog reflektif bertajuk “Khilafat dan Spiritualitas di Era AI: Membangun Peradaban Damai” pada Sabtu (24/5), di Gedung Baitul Afiyat, Kabupaten Bogor. Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Khilafat Ahmadiyah dan dihadiri berbagai kalangan, mulai dari tokoh spiritual, akademisi, hingga komunitas pemuda lintas iman.

Mengangkat isu spiritualitas di tengah kemajuan teknologi, seminar ini membuka ruang dialog mengenai peran Khilafat sebagai institusi rohani dalam membimbing masyarakat menghadapi tantangan moral dan sosial era modern.

Dalam sambutannya, Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Maulana Mirajuddin Syahid, menyampaikan bahwa Khilafat hadir sebagai panduan cinta dan kedamaian yang melampaui sekat-sekat identitas.

“Khilafat adalah institusi rohani yang bertujuan menumbuhkan cinta, kedamaian dan persatuan melampaui batas suku dan bangsa, bahkan agama. Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa spiritualitas yang hidup dan dinamis adalah pondasi penting bagi perdamaian sejati,” ujarnya.

Ia menambahkan, sebagaimana pesan pendiri Ahmadiyah, perdamaian hanya dapat terwujud jika manusia mampu membangun hubungan yang tulus dengan Tuhan dan kasih sayang terhadap sesama. “Spiritualitas bukan hanya ibadah formal, tetapi juga tercermin dalam kejujuran, keadilan, kerendahan hati serta pelayanan kepada sesama,” tegasnya.

Sesi talk show menghadirkan dua pembicara utama. Maulana Rahmat Hidayat Syahid, Naib Amir JAI, memaparkan bahwa Khilafat Ahmadiyah bukan hanya warisan sejarah, melainkan institusi transenden yang terus relevan.

“Khilafat Ahmadiyah hadir sebagai institusi yang memberi arah dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk di era AI ini,” ucapnya. Ia menekankan bahwa kepemimpinan spiritual ini berfungsi sebagai mercusuar moral di tengah dunia yang semakin kompleks.

Senada dengan itu, cendekiawan muslim dan anggota komunitas Esoterika, Dr. Budhy Munawar Rachman, mengajak peserta untuk melihat ulang makna Khilafah dari kacamata sejarah dan filsafat. Menurutnya, Khilafah pada dasarnya merupakan institusi spiritual, bukan sekadar struktur politik.

“Hakikat Khilafah itu adalah institusi spiritual. Ahmadiyah telah menghidupkan kembali aspek ini dalam konteks yang lebih universal dan damai,” jelas Budhy.

Suasana forum terasa dinamis. Diskusi berlangsung hangat dengan partisipasi aktif dari peserta yang berasal dari berbagai komunitas.

Acara ditutup dengan doa bersama dan ramah tamah antar peserta, menandai komitmen kolektif untuk terus membumikan nilai-nilai spiritual sebagai solusi nyata bagi persoalan zaman.

Peringatan Hari Khilafat kali ini tidak hanya menjadi refleksi sejarah, melainkan juga panggilan moral untuk membangun masa depan yang lebih adil, toleran, dan penuh kasih melalui pendekatan spiritualitas yang inklusif.

Penulis: Mubarak

error: Content is protected !!