Jakarta, klikberita.net – Museum Penerangan (Muspen) Taman Mini Indonesia Indah, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (5/8/2024), menerima kunjungan jurnalis dari beberapa media nasional. Kunjungan pewarta yang berasal dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta tersebut dimediasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam kegiatan bertajuk “Jurnalisme Damai: Merawat Silaturahmi, Membangun Negeri”.
Rombongan disambut oleh pengelola sekaligus staf kehumasan Muspen, Wildan, dan Edukator Dean. “Museum ini merupakan museum komunikasi terlengkap di Indonesia, sebelum era digital,” kata Wildan.
Sementara itu, Dean mengungkapkan bahwa animo masyarakat untuk datang ke museum cukup tinggi, bisa mencapai 1.000 hingga 2.000 pengunjung per bulan. “Kami buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Kami undang seluruh masyarakat untuk hadir dan menikmati berbagai informasi dari museum ini tanpa dipungut biaya,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, di salah satu ruangan museum, ahli konservasi dan restorasi Andia Sumarno terlihat sedang mengamati beberapa benda bersejarah. Ia dan seorang temannya bekerja bersama mengerjakan restorasi patung dari resin di bagian Diorama Penerangan melalui sambung rasa.
“Secara berkala kami hadir di museum ini untuk melakukan restorasi. Kali ini ada 9 lokal. Ada yang berdebu, patah, rusak, kami berusaha mengembalikannya seperti semula,” jelasnya.
Setiap benda, tergantung dari bahan pembuatannya, mendapatkan perlakuan khusus dan berbeda. Tak heran, karena benda-benda di Museum Penerangan ini terlihat sangat terawat.
Catatan Sejarah di Muspen
Memasuki kawasan Muspen, pengunjung akan disambut tugu Api nan Tak Kunjung Padam yang melambangkan semangat petugas penerangan. Tugu ini dikelilingi lima patung juru penerang dan air mancur yang melambangkan hubungan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, dan media massa.
Museum ini lahir dari gagasan Ibu Negara Tien Soeharto kepada H. Harmoko selaku Menteri Penerangan Republik Indonesia saat itu. Muspen menempati lahan seluas 10.850 m² dengan luas bangunan 3.980 m², dan diresmikan pada 20 April 1993 oleh Presiden Soeharto.
Muspen merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tidak melupakan sejarah, salah satu alat komunikasi tempo dulu, kentongan, juga menjadi bagian dari Muspen dan diletakkan di bagian puncak gedung dengan tampilan silinder. Kentongan dikenal sebagai salah satu alat komunikasi tradisional di Pulau Jawa yang terbuat dari kayu, bambu, dan batang pohon kelapa, yang mempunyai rongga atau resonansi untuk menimbulkan suara keras.
Tiga lantai di dalam gedung Muspen melambangkan kehidupan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
Di lantai satu, terdapat lebih dari 100 alat komunikasi yang pernah dipakai rakyat Indonesia, mulai dari kentongan, koran, koleksi radio yang dahulu dibawa penjajah, televisi, kamera, dan banyak lainnya.
Pada bagian lain juga nampak radio transistor Tjawang yang merupakan buatan lokal saat itu dengan pabrik yang berlokasi di daerah Cawang. Juga radio Ralin Philips dan Radio Telefunken yang diproduksi di luar negeri.
Demikian juga motor yang menemani Wakil Presiden Adam Malik bermerek Cyrus Sundapp 49cc, juga terpampang. Termasuk kendaraan-kendaraan yang saat itu disebut dengan Muviani dan menjadi kendaraan yang selalu dipakai juru penerang.
Ada juga meja putar piringan hitam yang digunakan RRI mulai tahun 1958 ditempatkan di kamar kontrol siaran sebagai kelengkapan peralatan studio untuk menunjang siaran sehari-hari.
Terdapat juga satu dari 10 ribu televisi bermerek Ralin Philips produksi Jerman yang dulu sempat disebarkan di Indonesia untuk menyaksikan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta.
Set film televisi Si Unyil juga ada di Muspen. Film ini pertama kali ditayangkan pada 5 April 1981 di TVRI. Unyil sangat dekat dengan kehidupan keseharian karena memang menceritakan kehidupan sehari-hari anak seorang petani.
Di museum ini terdapat juga bukti fisik mesin ketik huruf Jawa, mikrofon RRI Balong, pesawat penerima televisi pertama di Indonesia, kamera perekam pelantikan Presiden Soeharto pada 1971, sepeda motor juru penerang, seragam juru penerangan. Bahkan kamera untuk membuat film pertama buatan Indonesia, Darah dan Doa, yang syuting hari pertamanya pada 30 Maret 1950. Kelak pada tanggal yang sama diperingati sebagai hari film nasional. Film ini mengisahkan cerita Komando Daerah Militer III/Siliwangi dan pemimpinnya Kapten Sudarto saat berkirab menuju Jawa Barat.
Berbagai penghargaan di ajang perfilman juga dipamerkan, sebutlah Piala Bing Slamet, Piala Citra, Piala Sjaiful Bachri, Piala Vidya Widyawati, Piala Kartini, dan Piala Ismail Marzuki terpampang rapi.
Selain peralatan yang berada di dalam museum, di luar terdapat mobil-mobil bersejarah yang berjajar dengan rapi, antara lain mobil siaran luar Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI).(***)