Jakarta – Klikberita.net Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional pada 10 November 2021 Partai UKM Indonesia mengajak kaum muda milenial banyak belajar sejarah. Terutama sejarah pra kemerdekaan dan paska Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
“Generasi muda harus memahami sejarah perjuangan dan pergerakan kemerdekaan, pada zaman pra kemerdekaan dan paska kemerdekaan. Agar kaum muda milenial tidak buta sejarah dan memahami cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI,” ujar Hani Fahrani Wakil Sekjen DPP Partai UKM Indonesia, kepada media Selasa (09/11/2021) di Jakarta.
Partai UKM Indonesia yang dipimpin Syafrudin Budiman SIP sebagai Ketua Umum ini, menilai Indonesia sudah merdeka 76 Tahun sejak 17 Agustus 2021 dan pergolakan kemerdekaan yang paling krusial terjadi pada 10 November 2021. Untuk itu kata Hani sapaan akrabnya, ada sejarah, ruang dan waktu yang berbeda dengan kaum muda saat ini, sehingga perlu pemahaman sejarah secara utuh.
“Kaum muda milenial Indonesia yang berusia 17-45 Tahun harus bisa memahami, bagaimana cara mengisi kemerdekaan di era digital saat ini. Bisa dengan terlibat aktif dalam penguatan pendidikan nasional, pemulihan ekonomi, inovasi dan kreativitas seni budaya, menjadi enterpreneur aktif dan menjadi kreator diberbagai bidang,” tukas Hani Fahrani yang aktif sebagai pemain FTV dan Sinetron ini
Perempuan asal Pekanbaru ini mengutarakan, bahwa 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan Nasional oleh Presiden Sukarno lewat Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional Kata Hani Fahrani awalnya peringatan ini dilakukan untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan pertempuran pada 10 November 1945 di Surabaya.
Khususnya saat pertempuran itu, arek-arek Surabaya berperang melawan tentara NICA bersama sekutu. Dimana dilengkapi dengan persenjataan lengkap, sehingga banyak menelan korban jiwa, terutama dari kalangan rakyat biasa.
“Pertempuran itu oleh Sukarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan pada tahun berikutnya. Saat itu banyak pahlawan yang gugur dengan balutan seragam prajurit. Bahkan ada juga warga yang menjadi korban serangan Inggris dalam peristiwa heroik itu,” kenang Hani Fahrani.
Untuk itu menurut Hani Fahrani berikut beberapa kejadian-kejadian peristiwa sejarah Hari Pahlawan Nasional 10 November yang harus selalu dikenang. Berikut ini diantaranya seperti dilansir dari tirto.id;
1. Dipicu tewasnya Jenderal Mallaby
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dipicu oleh tewasnya perwira kerajaan Inggris Jenderal Mallaby. Waktu itu, Tentara Sekutu yang dipimpin oleh Jenderal Mallaby datang ke Surabaya pada bulan Oktober 1945 untuk melakukan aksi seremonial dengan berjalan ke berbagai sudut kota untuk melihat situasi.
Namun, Jenderal Mallaby tewas pada akhir 30 Oktober 1945 karena mobil yang ia gunakan hangus terbakar. Terkait dengan penyebab meninggalnya perwira Inggris itu, masih jadi perdebatan sampai saat ini. Ada yang menyebut ia meninggal usai aksi tembak terhadap warga Surabaya.
Selain itu, sumber lain mengatakan bahwa Jenderal Mallaby meninggal akibat granat dari anak buahnya yang berusaha melindungiya. Akan tetapi, granat itu malah terkena mobil Mallaby. Akibatnya, kematian Mallaby itu pun memicu kemarahan dari tentara Sekutu.
2. Serangan darat, laut dan udara
Pada 10 November 1945 pukul 06.00 pagi, Inggris menggempur Kota Surabaya dari berbagai penjuru. Untuk menghancurkan Surabaya, Inggris mengerahkan segenap daya dan upayanya, dari darat, laut, dan udara. Serangan pertama ini menimbulkan korban yang sangat besar, terutama dari kalangan rakyat biasa.
Warga dari berbagai lapisan masyarakat langsung merespons. Tokoh-tokoh masyarakat yang bukan berasal dari kalangan militer, salah satunya K.H. Hasyim Asy’ari, menggelorakan perlawanan rakyat untuk menghadapi kekejaman Inggris. Para pemuda, pedagang, petani, santri, serta berbagai kalangan lainnya menyatukan nyali demi mempertahankan kemerdekaan bangsa.
3. Melibatkan banyak sipil daripada militer
Dalam perang Surabaya itu, sebagaimana menurut penelitian Lorenzo Yauwerissa yang dibukukan dalam 65 Tahun Kepahlawanan Surabaya (2011), setidaknya melibatkan 20 ribu tentara dari Indonesia, sementara unsur warga sipil yang terlibat mencapai 100 ribu orang.
Hario Kecik, perwira TNI sekaligus pelaku sejarah dalam pertempuran 10 November 1945, bahkan menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan perang antara rakyat Surabaya dengan militer Inggris.
Sebagaimana tertuang dalam buku Pemikiran Militer 5: Gerak Maju Jalur Pemikiran Abad ke 21 Homo Sapiens Modern Kembali ke Benua Afrika (2009), Hario Kecik menulis: “Rakyat kampung-kampung Surabaya, telah mengorbankan 20.000 jiwa penduduknya dan Inggris kehilangan serdadunya dalam pertempuran dengan senjata modern pada waktu itu.”
4. Modal dengkul melawan Inggris
Serdadu Inggris-India yang mencapai 30 ribu orang sangat terlatih dan dilengkapi dengan persenjataan lengkap, hal itu membuat tumbang banyak pejuang Surabaya. Ditambah lagi dengan Batalyon Infanteri Maratha yang terlatih dalam perang kota. Sementara Batalyon Rajputna punya senapan mesin yang bisa memberondong banyak orang Indonesia.
Sementara jumlah militer Indonesia di Surabaya secara pasti sulit ditemukan di buku-buku sejarah maupun biografi para pelakunya. Ada pihak yang menaksir terdapat sekitar 20 ribu anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Meski demikian, anggota BKR biasanya bekas PETA, Heiho, KNIL dan pemuda yang tak pernah mendapat latihan militer sama sekali. Sementara jumlah pemuda pejuang di luar BKR diperkirakan mencapai 100 ribu orang. Jadi diperkirakan kekuatan pihak Indonesia mencapai 120 ribu dengan persenjataan tak lebih 50 ribu.
“Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap. Pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang,” tulis David Wehl dalam Birth of Indonesia (1949) seperti di kutip Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda.
5. Bung Tomo pengobar semangat
Dalam peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu legendaris karena dikenal sebagai pengobar semangat tempur yang bersenjatakan mikrofon. Selain itu, dia juga salah satu pemimpin laskar yang kemudian ditarik ke Kementerian Pertahanan.
Ia membakar semangat lewat mikrofon dan pancaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) tersiar pidato-pidatonya yang menjaga moral arek-arek Suroboyo. Intinya, Bung Tomo mengamini sikap pantang menyerah terhadap Sekutu. Tujuan semua ucapannya sama: memantik keberanian melawan tentara asing yang di atas kertas jauh lebih kuat.
Bung Tomo sangat dihormati di kalangan laskar, paling tidak setelah 10 November 1945. Tapi dia bukan satu-satunya pemimpin di Surabaya saat itu. Di antara sekian perwira penting dalam palagan 10 November 1945, ada Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo. Namun tampaknya Bung Tomo yang tak berpangkat yang justru paling sohor. (red/tt)
Penulis: GD