Jembatan Darurat, Janji Lenyap: Kegagalan Pemerintah dalam Melayani Rakyat

Jembatan Darurat, Janji Lenyap: Kegagalan Pemerintah dalam Melayani Rakyat

Spread the love

Pulau Walter – Di tengah gemuruh pembangunan nasional yang dipuja-puji dengan berbagai bumbu pencitraan, warga Desa Eray di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, harus bertaruh nyawa setiap hari hanya untuk bisa pergi ke kebun dan mencari nafkah. Desa ini dipisahkan oleh sungai tanpa jembatan permanen, dan karena pemerintah tak kunjung hadir, warga membangun sendiri jembatan darurat dari kayu dan bambu, seadanya.

“Janji manis di masa kampanye, lenyap saat duduk di kekuasaan,” kata Amos Salkery, Sekretaris Cabang GMKI Tiakur, saat menyampaikan kesaksiannya. “Mereka menyebut ‘pembangunan merata’, ‘kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia’, tapi setelah duduk di kursi empuk kekuasaan, rakyat yang mana yang benar-benar mereka lihat? Apakah ada klasifikasi ‘rakyat kelas satu’ dan ‘rakyat kelas dua’?”

Salkery juga menambahkan, “Saya datang ke Desa Eray, kampung asal istri saya. Saya lihat sendiri bagaimana warga harus bertaruh nyawa setiap kali menyeberang sungai itu. Ini sangat menyedihkan. Padahal mereka hanya ingin hidup yang layak. Apakah ini yang disebut ‘kemerdekaan’ yang kita rayakan setiap tahun?”

Pemerintah tampaknya telah melupakan Desa Eray, yang merupakan bagian sah dari NKRI. Warganya ikut dalam pemilu, menyumbang suara, bahkan memberi dukungan kepada mereka yang kini duduk nyaman dalam kekuasaan. Tapi ketika rakyat membutuhkan jembatan sederhana untuk hidup, tak satu pun janji itu menjelma menjadi nyata.

“Di tingkat nasional, ada Presiden Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Di DPR RI, Puan Maharani dari PDI Perjuangan memimpin lembaga tinggi negara yang katanya memperjuangkan wong cilik. Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa juga dari Partai Gerindra, dan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun, dari PDI Perjuangan. Bupati MBD, Benyamin Thomas Noach, pun kader PDI Perjuangan, bersama Ketua DPRD MBD, Petrus A. Tunay,” kata Salkery. “Semua adalah bagian dari partai-partai besar yang selalu mengangkat slogan pro-rakyat. Namun rakyat di Desa Eray belum pernah merasakan keberpihakan itu. Apakah ini yang disebut ‘politik dinasti’?”

Salkery menyerukan agar pemerintah memperhatikan kebutuhan warga Desa Eray dan membangun jembatan permanen untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas hidup mereka. “Bapak Presiden, Ibu Ketua DPR RI, Gubernur Maluku, para anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten, lihatlah ke timur, bukalah mata dan hati. Jangan biarkan warga Desa Eray terus bertaruh nyawa hanya karena negara terlalu sibuk mengurus kota. Apakah ini yang disebut ‘negara hadir’?”

Dalam keterangannya, Salkery juga menyampaikan harapan yang menyentuh: “Saya hanya ingin pemimpin-pemimpin kita di Jakarta, di Ambon, hingga di Tiakur, melihat ini sebagai panggilan hati. Jangan biarkan rakyat terus bertaruh nyawa hanya untuk hidup. Bangunlah jembatan ini, bukan hanya untuk mereka menyeberang, tapi untuk menyeberangkan kita semua menuju kemanusiaan yang adil dan beradab. Apakah ini terlalu banyak meminta?” (R)

error: Content is protected !!