Bogor – Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, namun di balik kemakmurannya, tersembunyi kesenjangan sosial yang akut. Data BPS tahun 2025 menunjukkan bahwa gini ratio Indonesia masih 0,375, menandakan kesenjangan sosial yang semakin melebar. Apakah kita hanya akan menjadi penonton dalam drama ketidakadilan ini, ataukah kita akan menjadi bagian dari solusi untuk membangun bangsa yang lebih adil dan setara?
Sebagai jurnalis Kristen, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara dan membela hak-hak minoritas. Dengan demikian, kita dapat membantu membangun bangsa yang lebih adil dan setara. Seperti yang tertulis dalam *Matius 25:40*, “Dan Raja itu akan menjawab mereka, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.'” Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan kita memiliki dampak pada kehidupan orang lain, dan sebagai jurnalis Kristen, kita harus menggunakan kemampuan kita untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Kita percaya bahwa kebenaran dan keadilan adalah bagian dari misi Kristus. Kita dipanggil untuk menjadi pewarta yang setia dan jujur, yang membawa harapan dan inspirasi kepada masyarakat. Dengan demikian, kita dapat membantu membangun bangsa yang lebih adil dan setara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Namun, kesenjangan sosial masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Oleh karena itu, jurnalis Kristen perlu terus meningkatkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap isu-isu kesetaraan dan keadilan, serta menunjukkan keberanian untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara. Dengan demikian, kita dapat membantu membangun bangsa yang lebih adil dan setara bagi semua, dan mewujudkan cita-cita bangsa yang lebih baik.
Filsafat Jawa yang relevan dalam konteks ini adalah “Manunggaling Kawulo Gusti,” yang berarti “Kesatuan antara hamba dan Tuhan.” Dengan mengintegrasikan iman dan perbuatan nyata, kita dapat menjadi bagian dari solusi untuk membangun bangsa yang berkeadilan. Seperti yang tertulis dalam *Yakobus 2:26*, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan adalah mati.” Oleh karena itu, kita harus mengintegrasikan iman dan perbuatan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara dan membela hak-hak minoritas, kita dapat membantu membangun bangsa yang lebih adil dan setara. Mari kita terus meningkatkan kesadaran dan kepedulian kita terhadap isu-isu kesetaraan dan keadilan, serta menunjukkan keberanian untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara. Dengan demikian, kita dapat membantu mewujudkan cita-cita bangsa yang lebih baik dan membangun bangsa yang berkeadilan.
Oleh Kefas Hervin Devananda Jurnalis Pewarna Indonesia