Kasus Penyerobotan Tanah di Pasangkayu: Dugaan Permainan Oknum Polisi dan Mafia Tanah

Kasus Penyerobotan Tanah di Pasangkayu: Dugaan Permainan Oknum Polisi dan Mafia Tanah

Spread the love

Pasangkayu – Kasus penyerobotan tanah seluas 24.100 meter persegi milik Merlian Solfian R. di Desa Gunung Sari, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, kembali menjadi sorotan setelah Polres Pasangkayu menutup kasus ini pada 29 Juli 2025 dengan dalih kurangnya bukti. Padahal, korban telah memiliki dokumen otentik berupa Akta Jual Beli (AJB) yang diterbitkan oleh Kepala Desa I Nyoman Sukariawan pada tahun 2017 dan sertifikat tanah pada tahun 2018.

Kasus ini dilaporkan pada 30 Maret 2022 dan telah berjalan selama lebih dari tiga tahun. Selama proses hukum, korban telah menyerahkan dua alat bukti berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) dan menghadirkan saksi-saksi fakta. Namun, penyidik terkesan mencari-cari alasan untuk memperlambat proses hukum.

Kuasa hukum korban menduga adanya indikasi ketidakprofesionalan penyidik dan keterlibatan oknum mafia tanah. “Bagaimana mungkin kasus bisa ditutup karena kurang bukti, padahal sertifikat resmi yang diterbitkan oleh BPN pada tahun 2018 telah kami pegang sejak awal?” ungkap kuasa hukum korban.

Menurut Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penyerobotan tanah atau bangunan milik orang lain yang dilakukan tanpa hak dapat dikenakan pidana penjara paling lama empat tahun. Namun, pelanggaran-pelanggaran tersebut seolah-olah tidak berlaku dalam kasus ini.

Dugaan keterlibatan oknum polisi dan mafia tanah dalam kasus ini semakin menguatkan asumsi bahwa ada permainan kotor di balik penutupan kasus ini. Kuasa hukum korban mengungkapkan bahwa penyidik selalu mencari alasan untuk memperlambat proses hukum, seperti belum adanya jadwal floating dari pihak BPN.

“Ini bukan hanya tentang kasus penyerobotan tanah, tapi juga tentang integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum,” kata kuasa hukum korban.

Publik menuntut agar oknum yang diduga bermain mata dengan mafia tanah ditindak tegas, dan kasus ini dibuka kembali secara transparan, dengan melibatkan pihak independen jika perlu. Kasus ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah dan institusi hukum untuk meninjau kembali kasus-kasus serupa yang terindikasi mandek karena permainan mafia tanah.

“Kasus ini bukan hanya tentang keadilan bagi korban, tapi juga tentang kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum,” kata seorang warga Pasangkayu yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Jurnalis: EL
Editor: Romo Kefas

error: Content is protected !!