Bogor – Dalam hiruk pikuk demokrasi, kita sering kali lupa bahwa kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan tanggung jawab dan kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya. Menyampaikan aspirasi adalah hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, namun kebebasan ini tidak boleh disalahgunakan untuk merusak dan menghancurkan warisan budaya yang kita miliki.
Aksi unjuk rasa mahasiswa di Balai Kota Bogor yang diwarnai tindakan vandalisme pada Kamis, 21 Agustus 2025, sekitar pukul 17.00 WIB, merupakan contoh kegagalan dalam menyampaikan aspirasi secara efektif dan bertanggung jawab. Tujuan dari demo ini adalah untuk menuntut pemerintah kota Bogor agar lebih transparan dalam pengelolaan anggaran dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, namun tindakan vandalisme yang dilakukan justru merusak citra gerakan dan mengurangi efektivitas tuntutan yang disampaikan.
Gedung Balai Kota Bogor yang merupakan cagar budaya dan simbol sejarah kota, menjadi korban kerusakan akibat tindakan sembrono tersebut. Gedung ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting bagi kota Bogor, dan merupakan bagian dari warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Tindakan vandalisme ini tidak hanya merusak bangunan bersejarah, tetapi juga mencerminkan kurangnya kesadaran dan literasi mengenai pentingnya melestarikan warisan budaya.
Tindakan vandalisme yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan contoh kegagalan dalam menyampaikan aspirasi secara efektif dan bertanggung jawab. Mahasiswa sebagai agen perubahan seharusnya menjadi contoh dalam menyampaikan aspirasi dengan cara-cara yang damai dan konstruktif, bukan dengan tindakan yang merusak dan tidak bertanggung jawab.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjadi sangat relevan. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya yang berupa benda, struktur, atau tempat yang memiliki nilai sejarah, seni, dan budaya yang penting bagi bangsa dan masyarakat. Oleh karena itu, tindakan vandalisme terhadap cagar budaya merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.
Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa dan semua pihak untuk memahami pentingnya menyampaikan aspirasi secara damai dan bertanggung jawab, serta menjaga warisan budaya kita. Kita harus membangun masyarakat yang lebih demokratis, transparan, dan berkeadilan, dengan cara-cara yang konstruktif dan bertanggung jawab. Kita tidak boleh membiarkan tindakan vandalisme dan kekerasan menjadi bagian dari perjuangan kita untuk mencapai keadilan dan kesetaraan.
Oleh Romo Kefas, warga Tanah Sareal, kota Bogor, Jawa Barat.