Bogor, 22 Juni 2025 — Kefas Hervin Devananda, yang lebih dikenal dengan panggilan “Romo Kefas”, adalah sosok yang mencatat jejak dalam dunia keagamaan, organisasi, media, dan politik. Perjalanannya penuh tantangan, namun setiap kesulitan justru menjadi dasar untuk tumbuh dan melayani. Informasi dalam tulisan ini diambil dari berbagai sumber dan wawancara eksklusif yang dimulai pada hari ini — tepat pada ulang tahunnya yang ke-51.

Kini, Kefas tinggal di Bogor bersama istri bernama Tri Satini dan putra tunggalnya Vickent Highlander, yang saat ini berusia 21 tahun dan menempuh semester 5 jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di universitas swasta ternama di Bandung. Keluarganya menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi dia untuk terus berjuang.
Lahir di Jakarta pada 22 Juni 1974, Kefas adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang dari pasangan ayah A. Devananda (Yap Pin Fong) dan ibu Tan Loen Tjie. Kehidupannya berubah drastis pada tahun 1986, ketika ia berusia 12 tahun: ayahnya mengalami serangan jantung yang tiba-tiba dan meninggal sebelum sempat dibawa ke rumah sakit.

Kekosongan akibat kehilangan ayah ditambah dengan utang yang ditinggalkan membuat keluarga kesulitan. Setelah beberapa bulan menyusun hati, ibunya memutuskan pindah ke Bekasi pada tahun 1987 untuk mencari tempat tinggal yang lebih terjangkau dan peluang kerja. Tanpa modal, ibunya membuka usaha kecil di depan rumah baru: menjual nasi uduk pada pagi hari dan berganti dengan lopis serta risol.

Meskipun menghadapi kesulitan biaya, Kefas tetap bertekad menyelesaikan pendidikan. Ia menamatkan SD di SDN Bekasi Jaya Indah, SMP di Swasta Ananda Bekasi (1988-1991), dan SMA di SMEA Patriot Bekasi (1991-1994). Selama sekolah, ia seringkali tidak mampu membayar uang sekolah penuh atau membeli alat tulis, namun selalu menemukan cara untuk melanjutkan belajar — baik dengan meminjam buku teman

Setelah tamat SMA, ia melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Teologi (STT) Victory Jakarta dan lulus pada tahun 2012 dengan gelar Sarjana Teologi (S.Th.). Tak puas sampai situ, ia melanjutkan studi magister dan menyelesaikan S2 dengan gelar Magister Pendidikan Kristen (MPdK) di STT Indonesia Jakarta pada tahun 2016 — semuanya ditopang dengan kerja paruh waktu untuk membayar biaya kuliah.

Sejak muda, Kefas telah aktif dalam organisasi keagamaan dan masyarakat. Tahun 1991, ia terpilih sebagai ketua pemuda GKII Jemaat El Shadday Bekasi, kinerjanya diakui, sehingga ia diangkat sebagai wakil ketua pemuda GKII se-Jabotabek pada tahun 2000. Sejak 2004, ia menjabat sebagai ketua presedium Forum Masyarakat Kristen Bekasi, berjuang untuk toleransi antar umat beragama melalui dialog dan aksi nyata. Ia juga pernah menjabat sebagai sekretaris jendral LSM AMTI (2012-2021) dan LSM GEPEKA (2012-2017).

Di bidang pekerjaan, Kefas mencoba berbagai profesi — dari account officer, EDP, hingga kepala gudang — sebelum menemukan panggilan di dunia media. Pada akhir 2000-an, ia bekerja sebagai wartawan di Fire Magazine, dan sejak 2019 menjabat sebagai pemimpin redaksi Pelita Nusantara.com, dengan komitmen untuk menjadi suara bagi yang tidak bisa bersuara.
Tahun 2024, ia melangkah ke panggung politik sebagai calon legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), urutan 5 di dapil Bekasi-Depok. Motivasinya sederhana: mengubah masalah masyarakat menjadi kebijakan yang konkret. Meskipun belum lolos menuju Gedung Sate pada pemilu 2024, ia tidak melihatnya sebagai kegagalan — melainkan pelajaran untuk berjuang lebih giat ke depannya. Bahkan, istri nya Tri Satini juga aktif dalam politik dan pernah mendaftar sebagai caleg Kota Bogor dari PSI pada tahun 2023, dengan fokus memperjuangkan hak kaum disabilitas dan kesetaraan.

Hidup Kefas tidak selalu mulus. Ia pernah menghadapi serangkaian cobaan yang menguji kesabaran dan kekuatan batin:
– Mengalami begal di Gunung Putri, Bogor, pada 11 Maret 2023 yang menyebabkan luka parah di lengan tangan kanan dan 9 Lubang di punggungnya.
– Mengalami serangan jantung dan koma selama 3 hari pada 4 September 2023, kemudian menjalani operasi pasang ring jantung pada 4 Oktober 2023.
– Mengalami kecelakaan di Tol Jagorawi pada 4 Januari 2024 yang membuatnya terbaring hampir 7 bulan di pembaringan.
Melalui semua cobaan itu, ia memegang teguh keyakinan agama dan ayat Alkitab seperti Mazmur 23:4 (“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab engkau besertaku”) dan Filipi 4:13 (“Segala sesuatu dapat kutanggung di dalam dia yang memberi kekuatan kepadaku”). Kekuatan juga didapatkan dari pengalaman ibunya yang bekerja keras dan dukungan penuh dari istri serta anaknya.

Sebagai calon legislatif, ia membawa tiga program utama yang tetap menjadi fokus perjuangannya:
1. Pendidikan yang adil: Memastikan keberadaan guru agama minoritas di sekolah negeri.
2. Pemberdayaan UMKM: Meningkatkan kapasitas SDM dan akses keuangan bagi pelaku usaha kecil.
3. Kesehatan masyarakat: Memperkuat akses layanan kesehatan dasar dan penjangkauan dini penyakit jantung.

Kefas Hervin Devananda adalah contoh sosok yang menjadikan kesulitan sebagai pijakan untuk berkembang. Dari menyaksikan ibunya berjualan nasi uduk, lopis, dan risol di depan rumah hingga menjadi tokoh yang berperan di berbagai bidang — didukung oleh keluarga yang penuh cinta — perjalanannya menunjukkan bahwa harapan dan kerja keras dapat mengubah nasib — tanpa perlu berteriak, tapi dengan tindakan yang tegas dan hati yang penuh kasih.
Sumber: lezen.id, radarnkri.id, pelitakota.id, pelitanusantara.com, jurnaliswarga.id, dan wawancara eksklusif Kefas Hervin Devananda (dimulai 22 Juni 2025)

