Ledakan Amarah, Luka Menganga di Wajah Pendidikan: Di Balik Tembok Sekolah yang Kokoh...

Ledakan Amarah, Luka Menganga di Wajah Pendidikan: Di Balik Tembok Sekolah yang Kokoh…

Spread the love

Banten – Di balik tembok sekolah yang kokoh, di antara hiruk pikuk pelajaran dan cita-cita, tersembunyi sebuah tragedi: tangan seorang kepala sekolah, yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi sumber luka. Tamparan itu bukan sekadar insiden, melainkan alarm yang menggugah kesadaran kita tentang wajah pendidikan yang terluka. Ledakan amarah itu bukan sekadar sentuhan fisik, melainkan hunjaman belati yang merobek paksa kain martabat pendidikan kita. Di puing-puing SMAN 1 Cimarga, Lebak, terhampar potret buram sistem yang gagal melindungi, bahkan mengkhianati anak didiknya. Kita lantang berseru tentang disiplin, namun membiarkan kekerasan merajalela, menggerogoti jiwa-jiwa muda, meninggalkan bekas luka yang menganga, perihnya menjalar hingga ke sumsum tulang.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, hanyalah tameng usang yang tak mampu menahan terjangan brutal kekerasan. Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, bagaikan kompas tanpa magnet, berputar liar tanpa arah yang pasti. Ironi ini adalah bisul bernanah yang membusuk di tubuh pendidikan kita, menyebarkan infeksi ke seluruh sendi-sendinya, menciptakan rasa sakit yang tak tertahankan.

Kepala sekolah, yang seharusnya menjadi penjaga moral, justru menjadi algojo yang keji. Dalih spontanitas adalah asap beracun yang menyesakkan dada, menyembunyikan bara dendam yang membakar habis akal sehat. Tindakan ini adalah cermin bengkok yang memantulkan wajah masyarakat yang brutal, yang menjadikan kekerasan sebagai solusi instan, menebarkan teror dan trauma yang mendalam.

Aksi mogok siswa, adalah tsunami yang menyapu bersih kepura-puraan. Mereka bukan sekadar pemberontak, melainkan korban yang berteriak lantang menuntut keadilan, merasakan perihnya dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindungi mereka. Sekolah, yang seharusnya menjadi surga belajar, berubah menjadi neraka yang mencekam, tempat mimpi-mimpi dibantai tanpa ampun, meninggalkan luka batin yang tak mudah disembuhkan.

Pemerintah, dengan sigap mengirimkan pasukan pemadam kebakaran untuk menjinakkan api. Namun, kobaran amarah terus membara. Akar masalahnya belum tercabut: sistem yang korup, guru-guru yang frustrasi, dan lingkungan yang penuh kebencian, semua itu adalah sumber rasa sakit yang terus menghantui dunia pendidikan kita.

Pendidikan adalah benteng terakhir peradaban. Jika benteng itu jebol, maka kehancuran akan segera tiba. Mari kita hentikan pertumpahan darah ini. Mari kita bangun kembali pendidikan kita, dengan fondasi yang kokoh, dengan pilar-pilar kasih sayang, dan dengan atap yang melindungi semua anak bangsa. Karena, di tangan merekalah, masa depan kita digenggam. Dan di pundak kitalah, tanggung jawab itu dipikul. Jangan biarkan luka menganga ini terus menganga. Mari kita obati dengan cinta, dengan keadilan, dan dengan kesadaran bahwa setiap tamparan yang kita abaikan hari ini adalah benih yang kita tanam untuk menuai badai di masa depan, badai yang akan menghancurkan peradaban dan mewariskan luka yang tak tersembuhkan bagi generasi mendatang.

(*)

error: Content is protected !!