Bekasi – Dalam era digital yang semakin maju, sistem keuangan kita telah menjadi lebih kompleks dan rentan terhadap berbagai ancaman. Pemblokiran rekening bank oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan salah satu upaya untuk mencegah kejahatan keuangan, namun juga menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan perlindungan hak-hak nasabah. Apakah kebijakan ini efektif dalam mencegah kejahatan keuangan, ataukah justru menimbulkan kerugian bagi nasabah yang tidak bersalah? Mari kita telaah lebih lanjut tentang kebijakan pembatasan rekening bank oleh PPATK dan dampaknya terhadap nasabah.
Pemblokiran rekening bank oleh PPATK telah menjadi topik perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Pendanaan Terorisme, PPATK memiliki wewenang untuk menghentikan sementara transaksi yang dicurigai terkait dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme. Namun, kebijakan ini telah menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Mereka berpendapat bahwa pemblokiran rekening tidak aktif oleh PPATK dapat melanggar hak-hak nasabah dan perlu lebih selektif dalam penanganannya.
Pemblokiran rekening bank dapat memiliki dampak yang signifikan bagi nasabah. Transaksi ditangguhkan, tidak bisa melakukan tarik tunai, transfer, atau transaksi lainnya. Saldo tetap aman, namun tidak bisa diakses sampai status rekening diklarifikasi. Proses reaktivasi rekening juga dapat memakan waktu yang lama dan memerlukan dokumen pendukung yang lengkap. Menurut data yang diperoleh, terdapat ribuan rekening yang diblokir oleh PPATK dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pembahasan memiliki dampak yang signifikan terhadap nasabah dan perlu ditinjau ulang untuk memastikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen.
BPKN telah menyatakan bahwa kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif oleh PPATK perlu ditinjau ulang untuk memastikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen. Mereka berpendapat bahwa pemblokiran rekening tanpa proses klarifikasi yang memadai dapat melanggar hak-hak nasabah. YLKI juga menilai bahwa PPATK perlu lebih selektif dalam penanganannya dan menyarankan transparansi dalam proses pemblokiran. Mereka berpendapat bahwa pemblokiran rekening harus didasarkan pada transaksi mencurigakan, bukan sekadar rekening tidak aktif.
Dalam melakukan analisis dampak pembatasan rekening, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
1. *Dampak ekonomi*: Pemblokiran rekening bank dapat memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi nasabah, terutama jika rekening tersebut merupakan sumber pendapatan atau keuangan utama mereka.
2. *Dampak sosial*: Pemblokiran rekening bank juga dapat memiliki dampak sosial yang signifikan bagi nasabah, terutama jika rekening tersebut digunakan untuk melakukan transaksi keuangan yang berkaitan dengan kegiatan sosial mereka.
3. *Kepastian hukum*: Pemblokiran rekening bank harus dilakukan dengan memperhatikan kepastian hukum dan prosedur yang jelas, untuk memastikan bahwa hak-hak nasabah tidak dilanggar.
Seperti pepatah Jawa yang mengatakan, “Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake,” yang berarti bahwa kebijakan pembatasan rekening harus dilakukan dengan bijak dan tidak menimbulkan kerugian bagi nasabah. Selain itu, pepatah Minahasa yang mengatakan, “Dotu wo wale, artinya kebenaran harus ditegakkan dengan bijak,” juga relevan dalam konteks ini, karena kebijakan pembatasan rekening harus didasarkan pada kebenaran dan keadilan.
Untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kebijakan pembahasan, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif oleh PPATK. Perlu dipastikan bahwa proses klarifikasi yang memadai dilakukan sebelum pemblokiran rekening dan bahwa hak-hak nasabah dilindungi. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan transparansi dalam proses pemblokiran rekening dan penyediaan informasi yang jelas kepada nasabah tentang alasan pemblokiran rekening. Dengan demikian, nasabah dapat memahami proses pemblokiran rekening dan dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan pembahasan.
Pemblokiran rekening bank oleh PPATK harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan transparansi untuk mencegah kegaduhan dan keresahan di kalangan publik. Kebijakan ini tidak boleh menimbulkan kerugian bagi nasabah yang tidak bersalah dan harus didasarkan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan ini untuk memastikan kepastian hukum dan perlindungan
Oleh Kefas Hervin Devananda [Romo Kefas] Jurnalis Pewarna Indonesia