Partai Kristen: Etika sebagai Jangkar di Tengah Badai Politik - Ikhtiar Merawat Indonesia

Partai Kristen: Etika sebagai Jangkar di Tengah Badai Politik – Ikhtiar Merawat Indonesia

Spread the love

Oleh: Kefas Hervin Devananda, Jurnalis Pewarna Indonesia & Wasekjen Parkindo

Bogor – Di tengah pusaran disrupsi politik Indonesia, kita merindukan kompas moral yang tak lekang oleh zaman. Wacana kebangkitan partai Kristen menggugah pertanyaan mendasar: mampukah nilai-nilai etika dan spiritualitas menjadi fondasi bagi praktik politik yang lebih bermakna dan transformatif? Ini bukan sekadar soal representasi identitas, melainkan tentang bagaimana semangat leladi (melayani), keadilan, dan integritas diwujudkan dalam kebijakan publik dan denyut nadi kehidupan berbangsa. Diharapkan karya tulisan  ini dapat memahami secara utuh dalam menyelami potensi partai Kristen sebagai kekuatan transformatif dalam politik Indonesia, sembari merenungkan jejak langkah pendahulu dan menggali kearifan budaya Nusantara.

Partai Kristen, dalam esensinya, haruslah lebih dari sekadar paguyuban identitas. Ia adalah dawuh (panggilan) untuk menghadirkan nilai-nilai Kristiani—kasih (Agape), keadilan (Dikaiosune), kebenaran (Aletheia)—dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai ini adalah warisan luhur kemanusiaan, terpatri dalam sanubari setiap insan berkehendak baik. Semangat ini tercermin dalam lakon (peran) para pahlawan yang berani membela keyakinan, bukan untuk kepentingan golongan, melainkan untuk kamulyan (kemuliaan) bersama. Ini adalah lelaku (perjalanan) menegakkan prinsip, meski diterjang badai tantangan. Sejarah mencatat, partai-partai Kristen seperti Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, dan Partai Damai Sejahtera (PDS) pernah mewarnai panggung politik Indonesia, menyuarakan aspirasi umat Kristen dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Keberadaan mereka adalah bukti bahwa aspirasi politik umat Kristen memiliki akar dalam sejarah demokrasi Indonesia. Seperti petuah Jawa, “Adigang, adigung, adiguno” (jangan pongah dengan kekuatan, kekuasaan, atau kepandaian), partai Kristen harus menghindari angkara murka dan menggunakan daya (kekuatan) untuk ngayomi (melindungi) masyarakat. Sebagaimana sabda Ilahi dalam Mikha 6:8: “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dikehendaki TUHAN daripadamu selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

Partai Kristen dapat menjadi tunggak (pilar) etika, menjembatani nilai-nilai moralitas dengan tindakan politik yang nyata. Ini berarti mengutamakan keadilan sosial, mendorong kebijakan pro-rakyat, memperjuangkan kesetaraan, dan memberantas papa sengsara (kemiskinan). Ini berarti menjadi swara (suara) kenabian, lantang menyuarakan kebenaran dan keadilan, meski menghadapi pepeteng (kegelapan). Ini juga berarti menjunjung tinggi integritas, menolak korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta menjadi teladan dalam praktik politik yang bersih dan transparan. Ini berarti menawarkan solusi alternatif, merumuskan kebijakan publik yang inovatif dan berorientasi pada karaharjan (kesejahteraan) bersama. Selain itu, partai Kristen dapat mempromosikan tatakrama (perdamaian), mendorong dialog antaragama dan antarkelompok, serta merajut kerukunan (harmoni) sosial. Ini berarti membangun sesambungan (hubungan) dialog, berkolaborasi dengan kelompok lain yang sevisi, tanpa kehilangan identitas dan integritas. Dan yang terpenting, partai Kristen harus ngrumat (melayani) dengan andhap asor (rendah hati), mengutamakan kepentingan kawula alit (rakyat kecil), serta berjuang meningkatkan gemah ripah loh jinawi (kemakmuran). Seperti wasiat Sunda, “Sacangreud pageuh, sagolek pangkek” (setia pada janji dan komitmen), partai Kristen harus nyekel pageuh (memegang teguh) prinsip dan janji kepada masyarakat.

Semangat ini bukanlah tentang ndikte atau memaksakan keyakinan, melainkan tentang menebar inspirasi dan tuladha (teladan). Ia adalah tentang bagaimana nilai-nilai spiritualitas menjadi kekuwatan (kekuatan) untuk mewujudkan perubahan positif dalam masyarakat.

Tentu, jalan ini tak semulus dalane gusti (jalan Tuhan). Partai Kristen akan menghadapi gegoda (godaan) kekuasaan, tekanan para juragan (kelompok kepentingan), dan pepecahan (polarisasi) politik. Belajar dari lelampahan (pengalaman) Parkindo, Partai Katolik, PDS, dan partai-partai Kristen lainnya, penting untuk menghindari perpecahan internal dan menjaga guyub rukun (persatuan) dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur. Untuk berhasil, partai ini harus setia pada jati diri (identitas), tidak mengorbankan etika demi kepentingan sesaat. Ini berarti waspada agar tidak terjerumus dalam eksklusivisme atau sektarianisme, serta mampu membuktikan bahwa nilai-nilai yang diusung bersifat universal dan relevan bagi semua. Partai Kristen juga harus membangun paguyuban yang inklusif, berkolaborasi dengan kelompok lain yang sevisi, tanpa kehilangan identitas dan integritas. Ini berarti nglunturake (mengatasi) trauma sejarah, belajar dari masa lalu, dan membangun kapercayan (kepercayaan) dengan semua elemen masyarakat. Selain itu, partai Kristen harus berani menyuarakan kebenaran, tak gentar mengkritik kebijakan yang ora becik (tidak baik) atau merugikan rakyat, serta menawarkan solusi yang konstruktif. Ini berarti perlunya kaprigelan (kompetensi), merekrut kader-kader yang berkualitas, memiliki keahlian di berbagai bidang, dan mampu bekerja sama dengan para winasis (ahli). Dan yang tak kalah penting, partai Kristen harus melibatkan para mudha (generasi muda), memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam politik, serta menanamkan nilai-nilai kepemimpinan yang berintegritas. Ini berarti mengatasi tantangan pragmatisme, menjaga keseimbangan antara idealisme dan realitas, tanpa mengkhianati nilai-nilai luhur.

Ini adalah piweling (pesan) untuk menjaga arah di tengah prapatan (persimpangan), untuk tetap setia pada tuntunan (kompas) moral yang telah dipilih.

Lebih dari sekadar wicara (wacana), ini adalah amanat untuk mewujudkan iman dalam tindakan, sebuah tanggung jawab suci untuk membangun Indonesia yang adil makmur (sejahtera), bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk anak putu (generasi mendatang).

Dengan merajut analisis filosofis, peran strategis, tantangan kritis, referensi historis, kearifan budaya Nusantara, dan sabda Ilahi, diharapkan tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam, menggugah, dan mencerdaskan tentang potensi dan tantangan partai Kristen dalam politik Indonesia. (“)

error: Content is protected !!