Rakyat Berbicara, Pemerintah Mendengarkan? Tantangan bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Rakyat Berbicara, Pemerintah Mendengarkan? Tantangan bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Spread the love

Bogor – Dalam beberapa waktu terakhir, kita telah menyaksikan beberapa peristiwa yang sangat penting dan krusial dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dari OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang melibatkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan hingga berbagai isu lainnya yang menyangkut kehidupan sehari-hari rakyat, semuanya menunjukkan bahwa pemerintah harus lebih peka dan responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat.

Sebagai Penerima Mandat rakyat, Presiden Prabowo Subianto, yang terpilih langsung oleh rakyat Indonesia pada Pemilu 2024 dengan perolehan suara sebesar 58,59% atau 96.214.691 suara, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin bangsa dan negara ini dengan bijak dan adil. Presiden Prabowo, yang mulai menjabat pada 20 Oktober 2024, dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, harus memastikan bahwa pemerintahannya tidak lengah dan lalai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Kefas Hervin Devananda

Dalam kampanye politiknya, Presiden Prabowo berjanji untuk memberantas korupsi dan meningkatkan transparansi dalam pemerintahan. Janji ini sangat penting karena korupsi telah menjadi masalah serius yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa janji ini tidak hanya menjadi retorika politik, tetapi juga diimplementasikan dalam tindakan nyata.

OTT yang melibatkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan adalah contoh nyata bahwa ada masalah serius dalam tubuh pemerintahan yang perlu segera ditangani. Ini bukan hanya tentang kasus korupsi atau penyalahgunaan wewenang, tetapi juga tentang kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketika rakyat merasa bahwa pemerintah tidak lagi peduli dengan kebutuhan dan aspirasi mereka, maka kepercayaan itu akan mulai terkikis.

Dalam konteks ini, peribahasa Jawa “Mikul Dhuwur, Mendem Jero” dapat menjadi pedoman bagi pemerintah. Artinya, pemerintah harus mampu menahan dan menyembunyikan kesalahan atau kekurangan, serta mengutamakan kepentingan rakyat. Selain itu, filsafat Jawa “Sabda Pandhita Ratu” juga relevan, yang berarti bahwa perkataan dan tindakan pemimpin harus selaras dan dapat dipercaya oleh rakyat.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan negara dan pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat.

Selain itu, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan partisipasi masyarakat”.

Pemerintah harus menyadari bahwa rakyat bukan hanya pemilih, tetapi juga penentu utama dalam menentukan arah kebijakan negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus mendengarkan suara hati rakyat, mengadakan dialog yang konstruktif, dan mengambil kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak.

Dengan demikian, kita berharap bahwa pemerintah akan lebih responsif dan peka terhadap kebutuhan rakyat, serta mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan lebih baik demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia. Suara hati rakyat harus didengarkan dan dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan yang diambil. Hanya dengan cara ini, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.

Oleh Kefas Hervin Devananda [Romo Kefas]

error: Content is protected !!