Tanah 3 Ribu Hektare Hilang, Sertifikat Menyusup – PT. PAL Sebut 'Menang Hukum', Masyarakat: 'Mereka Tak Punya Akal Sejarah

Tanah 3 Ribu Hektare Hilang, Sertifikat Menyusup – PT. PAL Sebut ‘Menang Hukum’, Masyarakat: ‘Mereka Tak Punya Akal Sejarah

Spread the love

Mesuji – Upaya menyisir sengketa kepemilikan 3 ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mesuji yang telah merembet selama 2 dekade, malah terhenti di titik yang sama: tanpa kesepakatan, tanpa solusi, dan penuh dengan kebingungan. Mediasi yang digelar di Ruang Rapat Bupati Mesuji Lt.3 pada Rabu (17/12/2025) – yang seharusnya menjadi jembatan penyelesaian – berakhir dengan status deadlock .

Pertemuan yang dipimpin langsung Bupati Mesuji dan dihadiri unsur FORKOPIMDA seolah-olah hanya menjadi “pesta kata-kata” tanpa esensi. Padahal, tujuan utamanya adalah mempertemukan PT. Pematang Agri Lestari (PAL) dengan masyarakat Desa Rejomulyo, Suka Agung (Kec. Simpang Pematang), dan Wei Serdang yang merasa tanah milik mereka dirampas tanpa izin.

Akar masalah yang terabaikan: Sengketa berawal dari tahun 1993, ketika warga menyewakan tanah (yang tadinya ditanami singkong) kepada PT. Lambang Daya selama 10 tahun. Perjanjian tertulis jelas menyatakan: perusahaan akan mengembalikan lahan siap tanam dan sertifikat pada tahun 2003. Namun, hingga saat ini, sertifikat hilang seperti kelereng, dan tanah kini dikuasai PT. PAL – tanpa persetujuan satupun dari pemilik asli.

Yang paling mencengangkan: sang pemberi sewa (PT. Lambang Daya melalui Hariyanto) dan Kakanwil BPN yang dikatakan mengukur lahan tersebut TIDAK HADIR di mediasi. Padahal, keduanya adalah “kunci emas” untuk menjawab pertanyaan penting: dimana sertifikat yang diserahkan masyarakat? dan bagaimana tanah bisa beralih kepemilikan ke PT. PAL?

“Kami datang atas undangan resmi (No: 200.1.3.4 /8024 /V.06/ MSJ/2025) untuk memfasilitasi penyelesaian konflik agraria,” jelas Habib Muchdar Assegaf, penasihat hukum masyarakat yang juga Stafsus Aboe Bakar Alhabsy (Anggota Komisi III RI). “Tapi tanpa hadirnya Hariyanto dan Kakanwil BPN, nonsen sengketa ini akan selesai.”

Sisi lain, penasihat hukum yang mengaku utusan PT. PAL malah menyampaikan pernyataan yang “tidak nyambung” menurut masyarakat: mereka menyatakan sudah “menang perkara dari sisi hukum dan sosial”. Namun, perwakilan warga menolak keras: “Mereka tidak memahami akar permasalahan dari awal – hanya berbicara berdasarkan dokumen yang mungkin tidak sah.”

Tidak cukup sampai situ, mediasi yang seharusnya dimulai pukul 10.30 WIB baru berjalan pada pukul 13.30 WIB – terlambat 3 jam tanpa alasan jelas. Hal ini membuat Habib Muchdar semakin kritis: “Pemkab Mesuji sepertinya mengabaikan derita rakyat yang sudah berjalan 20 tahun lebih. Jabatan boleh tinggi, tapi bukan berarti lupa janji dan waktu – pemimpin yang berintegritas pasti tepat waktu.”

Seolah-olah semua upaya hanya menjadi tontonan kosong, masyarakat kembali pulang dengan hati hampa. Sengketa lahan yang seharusnya diselesaikan dengan cepat, malah makin berbelit-belit – dan pemerintah daerah tampak tidak mampu mengawali langkah yang benar.

Penulis: Abun
Editor: Romo Kefas

error: Content is protected !!