Klikberita.net Kota Depok, yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota yang beragam, kini dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Dalam beberapa tahun terakhir, Depok telah menjadi saksi bisu atas rangkaian peristiwa yang menunjukkan meningkatnya intoleransi dan aksi persekusi terhadap kelompok minoritas dan agama tertentu. Kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Depok membuat kita bertanya-tanya, apakah kota ini masih bisa menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan menghormati perbedaan?
Jika kita melihat lebih dalam, kita dapat melihat bahwa Depok memiliki sejarah panjang kasus intoleransi yang terus berulang. Dari penyegelan Masjid Ahmadiyah hingga penolakan pembangunan gereja, kota ini telah menjadi panggung bagi berbagai aksi intoleransi yang meresahkan masyarakat. Kasus-kasus ini tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menangani masalah intoleransi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan kebebasan beragama di kota ini.
Beberapa contoh kasus intoleransi di Depok antara lain:
1. Penyegelan Masjid Ahmadiyah pada tahun 2011 dan 2021, yang menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat masih memiliki masalah dengan kelompok minoritas.
2. Pelarangan perayaan Valentine pada tahun 2020, yang menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki kebijakan yang kontroversial terkait kebebasan beragama.
3. Pengusiran terhadap komunitas Ahmadiyah di wilayah Sawangan pada tahun 2018, yang menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan kebebasan beragama.
4. Penutupan paksa tempat ibadah di wilayah Pancoran Mas pada tahun 2023, yang menimbulkan protes dari komunitas keagamaan.
5. Aksi protes terhadap kegiatan keagamaan di wilayah Tapos pada tahun 2022, yang menunjukkan bahwa intoleransi masih menjadi masalah yang serius di kota ini.
6. Penolakan pembangunan rumah ibadah di wilayah Cimanggis pada tahun 2019, yang menimbulkan ketegangan antar umat beragama.
7. Penolakan pembangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Studio Alam di Cilodong, Depok, yang telah memenuhi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menanggapi kasus intoleransi di Depok, pemerintah kota harus memperhatikan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Beragama di Kota Depok, yang mengatur tentang hak dan kewajiban warga negara dalam menjalankan kehidupan beragama. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2), yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap orang.
Pasangan Wali Kota Depok, Dr. H. Supian Suri, M.M., dan Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, S.Kom., diharapkan dapat menjadi harapan baru dalam menjaga kerukunan umat di Kota Depok. Mereka berjanji untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan antarumat beragama, serta memastikan bahwa kebebasan beragama dan beribadah dijamin dan dilindungi. Janji-janji mereka saat Pilkada 2024 lalu, seperti meningkatkan kesadaran dan toleransi masyarakat, serta menindak tegas segala bentuk intoleransi yang melanggar hukum, diharapkan dapat menjadi kenyataan.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah memberikan solusi nyata dan tegas untuk mengatasi intoleransi di Depok. Pemerintah harus mengedepankan hukum dan menindak tegas para provokator yang memicu intoleransi. Selain itu, pemerintah dalam hal ini negara harus mampu melindungi segenap warga negaranya secara adil dan beradab serta terukur sesuai undang-undang, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dan Depok juga harus menjadi perhatian khusus oleh Gubernur Jawa Barat dan Presiden Prabowo. Mereka dapat berperan penting dalam menyelesaikan masalah ini dengan menerapkan kebijakan yang efektif, menguatkan sinergi dengan dunia usaha, meningkatkan kesadaran dan toleransi masyarakat, mengambil tindakan tegas, dan menggunakan konsep Pentahelix Collaboration.
Dengan kerja sama dan tindakan yang tepat, diharapkan Kota Depok dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan menghormati perbedaan. Kita sebagai warga negara harus terus mengawasi dan menuntut pemerintah untuk bertindak sesuai dengan janji-janji politiknya.
Oleh Kefas Hervin Devananda [Romo Kefas] Ketua Pewarna Indonesia Propinsi Jawa Barat