Wartawan: Pilar Demokrasi yang Terlupakan?

Wartawan: Pilar Demokrasi yang Terlupakan?

Spread the love

Bekasi – Di balik gemuruh kemajuan teknologi, wartawan menjadi korban dari sistem yang mereka coba perbaiki. Efisiensi anggaran dan dominasi platform digital membuat mereka dirumahkan atau dipecat, tanpa perlindungan yang layak. Ini bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga ancaman bagi demokrasi itu sendiri. Beberapa media besar di Indonesia telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap wartawannya, seperti yang terjadi pada beberapa media cetak dan online yang terpaksa melakukan restrukturisasi untuk bertahan di tengah persaingan yang ketat.

Dalam menjalankan tugasnya, wartawan dan pers di Indonesia memiliki pedoman yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers. Undang-Undang Pers ini menjadi landasan hukum bagi industri media di Indonesia, terutama untuk media cetak, sementara untuk media online dan penyiaran memiliki regulasi tambahan yang perlu diperhatikan. Dengan landasan hukum ini, wartawan diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan etis, seperti yang tertuang dalam prinsip-prinsip independensi, verifikasi, dan keseimbangan.

Namun, dominasi kepemilikan media oleh pengusaha dan kurangnya regulasi yang jelas untuk mengatur platform digital membuat wartawan semakin sulit untuk menjalankan misi jurnalistik yang independen dan berkualitas. Keadaan ini semakin diperparah dengan kesulitan media konvensional bersaing dengan platform digital yang lebih fleksibel dan memiliki sumber daya yang lebih besar. Akibatnya, media-media mainstream pun bertumbangan, satu per satu terjun ke dalam pusaran ketidakpastian.

Media online perseorangan yang berbadan hukum hanya mampu bertahan dengan semangat dan idealisme, tanpa dukungan finansial yang memadai untuk menjalankan misi jurnalistik yang independen dan berkualitas. Mereka terjepit antara idealisme dan kelangsungan hidup, sementara pemerintah dan masyarakat tampaknya lebih memilih diam. Media online perseorangan di Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga kebebasan pers dan demokrasi, namun mereka juga menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan mendapatkan dukungan finansial yang memadai dan persaingan yang ketat dengan platform digital lainnya.

Inilah potret nyata tentang wartawan Indonesia, yang tidak hanya menghadapi tantangan dalam menjalankan tugasnya, tetapi juga harus berhadapan dengan perlakuan yang tidak layak, seperti pelecehan, hinaan, atau pengabaian. Bahkan, tidak jarang mereka menjadi korban aksi kekerasan saat menjalankan tugasnya. Apalagi, sejumlah pejabat yang seharusnya menjadi pelindung dan pendukung kebebasan pers, justru sering kali tidak menghargai tugas wartawan dan bahkan memperlakukan mereka dengan tidak hormat.

Demi masa depan pers dan demokrasi di Indonesia, sudah saatnya kita bertindak untuk melindungi dan mendukung para wartawan, serta merevisi regulasi untuk mengatur platform digital dan memberikan ruang yang adil bagi media lokal. Dewan Pers dan asosiasi profesi wartawan perlu duduk bersama untuk merevisi Pedoman Pemberitaan Media Siber agar wartawan di ranah digital terhindar dari kasus-kasus pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Dengan demikian, kebebasan pers dan demokrasi dapat terjaga, dan wartawan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik.

Oleh Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas)

error: Content is protected !!