ZERO INTOLERANCE, ZERO PERSECUTION: GAMKI Desak Tindakan Nyata Atasi Intoleransi

ZERO INTOLERANCE, ZERO PERSECUTION: GAMKI Desak Tindakan Nyata Atasi Intoleransi

Spread the love

Jakarta,05 Agustus 2025 – Kasus intoleransi di Indonesia terus meningkat, dan anak-anak menjadi KORBAN PERSEKUSI yang paling RENTAN! GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) memandang situasi ini sudah melampaui batas. Harus ada TINDAKAN NYATA untuk menghentikan secepatnya, sebelum mengganggu KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA!

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat GAMKI, Sahat MP Sinurat, intoleransi terjadi karena IDEOLOGI PANCASILA tidak lagi dipahami secara sama oleh masyarakat. GAMKI telah mengambil LANGKAH KONKRET dengan bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan, Anak, dan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Mabes Polri dalam penanganan kasus intoleransi.

Diskusi Publik yang mengangkat topik ‘Krisis Ideologi Pancasila: Intoleransi dan Persekusi Anak Berbasis Agama Mengancam Indonesia’ diadakan pada Jumat, 1 Agustus 2025, pukul 09.00 WIB di Sekretariat DPP GAMKI, Jalan Cirebon, Menteng, Jakarta Pusat.

DATA KOMNAS ANAK 2024 MENCATAT ADA LEBIH DARI 700 KASUS KEKERASAN DAN PERSEKUSI TERHADAP ANAK karena perbedaan agama dan keyakinan, yang naik 30 persen dibanding tahun sebelumnya! Yang paling mengerikan, sebagian besar dilakukan oleh orang dewasa yang mengklaim dirinya beragama.

Sahat Sinurat menutup diskusi dengan pernyataan yang TAJAM: “Satu kasus intoleransi dan persekusi anak masih terlalu banyak. Kita tegaskan, Indonesia harus bebas dari intoleransi, bebas dari persekusi anak. ZERO INTOLERANCE, ZERO PERSECUTION.”

Narasumber diskusi, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Agustinus Sirait, mengungkapkan bahwa jumlah kasus intoleransi dari tahun ke tahun terus meningkat. Ironisnya, banyak pelaku yang masih berusia muda. “Melihat fakta di lapangan yang seperti ini, kita harus mengkritisi sistem pendidikan yang ada. Pendidikan toleransi di lembaga-lembaga pendidikan harus lebih diperhatikan,” jelasnya.

Pegiat toleransi Pendeta Jahenos Saragih menyoroti motif para pelaku yang mendasarkan tindakannya atas dasar agama. Hal ini mengindikasikan adanya pemahaman agama yang salah di tengah masyarakat. “Negara kita adalah negara hukum. Bukan negara sekuler, bukan pula negara agama. Inilah hal yang harus kita sadari. Saya minta agar para wakil rakyat jangan takut dengan konstituen, tapi takutlah dengan konstitusi,” harapnya.

Moderator diskusi Pendeta Nadia Manuputty menegaskan, “Negara ini bukan negara agama, tapi juga bukan negara anti-agama. Negara ini: Negara Pancasila yang mewajibkan kita untuk menghormati semua keyakinan, bukan hanya yang kita yakini sendiri. Jika anak-anak sudah dipaksa memilih iman sebelum mereka belajar berpikir, itu bukan pendidikan, itu penggiringan!”

Waktu nya untuk BERTINDAK! Kita harus bersama-sama membangun SUASANA TOLERAN DAN DAMAI di tengah-tengah masyarakat!

Jurnalis Kefas Hervin

 

error: Content is protected !!