Mengenal lebih Jauh seorang Hendrik Wowor Pemilik Panti Rehabilitasi Agape

Mengenal lebih Jauh seorang Hendrik Wowor Pemilik Panti Rehabilitasi Agape

Spread the love

KABUPATEN BOGOR – KLIKBERITA.NET Kabut sore tebal turun di kawasan puncak pass, tak menghalangi korban Napza binaan Yayasan Pelayanan Agape untuk berekreasi. Dipandu para konselor, anak-anak asuh panti, asik bermain quiz menebak nama-nama tokoh Alkitab. Para anak binaan berganti memperagakan tokoh dan yang lainnya menebak. Acara berlangsung santai dan akrab penuh tawa ria, sepintas mungkin tak akan menyangka mereka adalah korban dan pecandu napza yang sedang direhabilitasi. Hendrik Wowor sebagai pimpinan tampak memperhatikan anak asuhnya dengan wajah yang ceria.

Di sela-sela makan malam, Ketua Umum Pewarna sekaligus Pemilik Media Gaharu Group berkesempatan bincang-bincang dengan pria murah senyum ini, berbicara seputar kiprahnya terjun dan mengelola Panti Rehabilitasi Agape.


Sejak tahun 2000, Hendrik Wowor telah memutuskan dengan mantap untuk melayani korban dan pecandu narkoba dan pasien psikotik, setelah sebelumnya didorong oleh berbagai pihak untuk mendirikan lembaga panti rehablitasi, karena semakin banyak orang yang datang untuk minta pelayanan dan konseling terkait dengan masalah narkoba dan psikotik.

Tahun ini menjadi tahun ke 21 berdirinya Yayasan Pelayanan Agape yang terletak di Desa Citeko, Cisarua, kawasan Puncak, Jawa Barat. Kesetian dan konsistensi dalam pelayanan, membuat Panti ini telah merehab banyak korban/pecandu narkoba dan pasien spikotik. Selain melakukan pelayanan rehabilitasi, terhadap binaan yang tertarik untuk menjadi konselor, Agape juga memberikan pelatihan kepada mereka.

Dari Agape lahirlah beberapa konselor yang berlatar belakang anak binaan. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang kemudian mendirikan Panti Rehabilitasi yang serupa dengan Agape.

Aktivis Malari yang pernah menikmati dinginnya tembok penjara selama satu tahun ini, menuturkan pemikirannya tentang penanganan korban narkoba. “Salah satu kegelisahan saya terkait penanganan korban narkoba saat ini karena seperti “jauh api dari panggang”. Kalau benar, jumlah korban narkoba 3,5 juta orang, jumlah konselor mitra Kementerian Sosial berjumlah 1000 orang, dan setiap konselor menjangkau 30 orang klien, berarti kita membutuhkan waktu 114 tahun untuk menjangkau 3,5 juta korban dan pecandu. Itupun kalau jumlah korban narkoba tidak bertambah dan ex rehab gak relaps lagi!

Mungkin tidak banyak orang yang berpikir sejauh itu. Kebanyakan orang yang bergelut dalam pelayanan seperti saya ini hanya fokus pada penanganan klien, dengan berbagai metode yang dikuasainya, tanpa banyak memikirkan prospeknya bagi bangsa ini akan menjadi seperti apa. Bahkan tidak heran kalau ini cuma dipandang sebagai salah satu pekerjaan di antara jenis pekerjaan yang lain. Gak heran ketika ada pekerjaan lain dengan tawaran income yang lebih besar, mereka akan serta merta meninggalkan pelayanan sebagai konselor adiksi.

Lebih jauh Hendrik Wowor menyampaikan bahwa strategi yang digunakan sekarang ini, baik oleh BNN dan Kementerian Sosial; bahwa satu konselor dibatasi hanya menangani 10 orang klien. Selama ini Kementerian Sosial menetapkan bahwa proses rehabilitasi bagi setiap klien dibatasi hanya 4 bulan, sehingga dalam satu tahun ada tiga periode, artinya satu orang kon selor dalam satu tahun menangani 30 orang .

“dengan 3,5 juta orang korban narkoba, 1.000 orang konselor, kita butuh waktu lebih 114 tahun untuk merehab. Dengan catatan yang sudah direhab tidak memakai narkoba lagi.

Menurutnya, untuk menjawab masalah “Indonesia Darurat Narkoba” seperti yang pernah dikumandangkan oleh Bapak Presiden Jokowi, Agape menawarkan strategi “Pelipatgandaan”. Dalam satu tahun, seorang konselor menangani 30 orang klien seperti yang selama ini dipraktekkan, tapi disamping itu kanselor tersebut harus bisa melahirkan 3 orang konselor baru. Ada pengkaderan, multiplikasi konselor. “Saya sudah hitung, dengan strategi ini – dimulai oleh 1000 orang konselor – pada tahun ke 8 sudah ada 4 jutaan konselor! “

Terjadi pelipatgandaan. Tentu untuk sampai di sana ada syaratnya; “materi dan metode pembinaannya harus sederhana, sederhana tidak sama dengan dangkal. Apa yang saya ajarkan kepada orang lain harus bisa dimengerti dengan mudah, sedemikian rupa sehingga orang itu dapat mengajarkannya kepada orang lain lagi, demikian dan seterusnya secara berkesinambungan.

“Kalau hanya ngomong, tidak akan didengar, saya harus membuktikan dulu. Itu sebabnya Agape bukan hanya melakukan rehablitasi bagi korban narkoba tapi akan terus melatih dan mencetak konselor-konselor baru,” tutur Hendrik sambil menambahkan tahun ini dua orang konselor hasil didikannya telah direkrut oleh panti rehab lain.

Bahkan, dari Agape sudah lahir lembaga atau panti rehab yang lain dari hasil pembinaannya.

Saat ini Agape sedang merehab 50 klien narkoba dan psikotik, ditangani oleh 10 orang konselor dengan background yang berbeda-beda. Ada konselor rohani, psikolog, pekerja sosial dan medis. Para konselor terus dilatih secara berkala dalam inhouse training di Agape. “Ini sangat penting, kadang kita sewa villa untuk berlatih sambil refreshing. Ke depan Yayasan Pelayanan Agape akan terus melakukan itu. Saya harapkan teman-teman rehab yang lain juga berbuat sama,” tandasnya.


Sekarang ini metode yang kita pakai (Agape) adalah “Terapeutic Comunity” berbasis rohani. Program yang lazim disebut TC ini diadopsi dari luar negeri. Hendrik mengaku mempelajari strategi ini, dan mendapati bahwa nuansanya banyak yang sesuai dengan prinsip-prinsip kristiani. Memang, Agape bukan Sekolah Alkitab, Agape adalah tempat orang untuk diubah, seperti sekolah karakter. Motto Agape, “diubah untuk mengubah”. Dulu mereka adalah sumber masalah di lingkungannya, kemudian diubah untuk kemudian menjadi orang yang ikut menyelesaikan masalah. Ujar Hendrik. Bagaimana caranya? Ya itu tadi, strategi penggandaan atau pelitpatgandaan.

Sekarang ini ada “alumni” Agape yang sedang mempersiapkan panti rehab di NTT. Tahun depan, ada beberapa binaan yang komit mau dilatih menjadi konselor.

Selain mengadopsi program dan metode Colombo Plan, Agape juga menyelenggarakan pelatihan dengan materi-materi yang sarat dengan nuansa rohani secara Kristen. Untuk kalangan rehab, Agape mempunyai reputasi yang baik, itu sebabnya Agape sering mendapat “limpahan” klien dari rehab lain.

“Berbicara tentang Rehabilitasi korban dan pecandu narkoba adalah berbicara tentang menyelamatkan generasi muda Indonesia. Itu panggilan saya untuk terjun merehablitasi korban napza,” tegas pria humble yang tergabung dalam FORSOS Napza Indonesia ini.

Untuk meningkatkan prasarana pelayanan, Yayasan Pelayanan Agape saat ini sedang membangun. Hendrik telah memperluas lokasi dan sedang membangun gedung yang lebih representatif dengan rancangan yang lebih lengkap dan indah.

Selain itu, ayah dari dua orang anak (putra dan putri), dan opa dari 2 cucu ini, juga sedang menggarap kebun buah seluas 3 hektar di Sukabumi. Untuk mendukung aktivitasnya ini ia juga sedang mendorong petani sekitarnya untuk menanam bibit buah unggul di sana, seperti: durian Musangking, durian Bawor, durian Oche, alpukat Hass dan lain-lain.

“Doakan, kita mau menjadikan kawasan itu kelak menjadi area wisata buah yang menarik. Di sana anak-anak binaan Agape juga dilibatkan sebagai kegiatan pelatihan vokasional,” pungkasnya.

error: Content is protected !!