Partai Kristen: Menggugat Status Quo, Membangun Indonesia dari Hati (Sebuah Mandat Transformasi Berlandaskan Iman)

Partai Kristen: Menggugat Status Quo, Membangun Indonesia dari Hati (Sebuah Mandat Transformasi Berlandaskan Iman)

Spread the love

Oleh: Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas), Jurnalis Senior Pewarna Indonesia, Wasekjend Parkindo

Bogor,22 Oktober 2025 “Obor itu tak pernah padam,” demikianlah Majalah Gaharu mengabadikan semangat Pdt. DR. Petrus Octavianus, seorang tokoh yang memilih jalan pelayanan daripada kemapanan duniawi. Semangat ini adalah panggilan yang mendasar bagi kehadiran partai Kristen di Indonesia. Bukan sekadar membangun menara gading kekuasaan, melainkan membangun jembatan yang menghubungkan nilai-nilai Kristiani dengan realitas politik, sosial, dan ekonomi bangsa, berlandaskan konstitusi dan ideologi negara. Artikel ini tidak bermaksud mengglorifikasi sektarianisme, melainkan menegaskan peran etis dan tanggung jawab moral yang inheren dalam setiap aktivitas politik yang berorientasi pada kemaslahatan umum.

Partai Kristen bukan sekadar organisasi politik biasa. Ia memiliki mandat teologis yang mendalam: menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini bukan berarti mendirikan negara teokrasi, melainkan mewujudkan keadilan, kasih, perdamaian, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau golongan. Seperti yang tertulis dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Prioritas utama partai Kristen adalah praksis, yaitu mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam tindakan nyata, bukan sekadar klaim retoris. Keyakinan ini bukan klaim superioritas, melainkan motivasi internal untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa.

Mandat ini selaras dengan tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, alinea keempat, yaitu “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” Partai Kristen hadir untuk berkontribusi aktif dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut, bukan sebagai entitas eksklusif, melainkan sebagai bagian integral dari upaya kolektif seluruh elemen bangsa. Tujuan ini bukanlah utopia, melainkan horizon etis yang menuntut komitmen dan kerja keras.

Pdt. Octavianus memahami ini dengan baik. Beliau menekankan, “Kita tidak bisa membangun Kerajaan Allah tanpa membangun bangsa ini.” Artinya, iman Kristen tidak boleh hanya menjadi urusan pribadi atau ritual keagamaan semata. Ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan memperkuat bangsa, sesuai dengan semangat konstitusi. Penting ditekankan bahwa “membangun bangsa” di sini bukan berarti memaksakan nilai-nilai agama tertentu kepada seluruh masyarakat, melainkan menginspirasi tindakan-tindakan yang adil, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan umum.

Kisah Pdt. Octavianus meninggalkan posisi rektor adalah contoh teladan bagi politisi Kristen. Politik seringkali dianggap sebagai arena yang kotor dan penuh intrik. Namun, justru di sanalah kehadiran orang-orang Kristen yang berintegritas sangat dibutuhkan. Seperti yang dikatakan dalam Markus 10:45, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Ayat ini bukan sekadar quotes inspiratif, melainkan blueprint bagi kepemimpinan yang transformatif.

Semangat pelayanan ini sejalan dengan Sila ke-5 Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Partai Kristen terpanggil untuk memperjuangkan keadilan sosial bagi semua warga negara, terutama bagi mereka yang termarginalkan dan membutuhkan pertolongan. Politik adalah arena untuk mewujudkan keadilan, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Namun, perlu disadari bahwa perjuangan untuk keadilan sosial bukanlah proses yang mudah. Ia menuntut keberanian untuk melawan kepentingan-kepentingan yang mapan dan komitmen untuk terus berjuang meskipun menghadapi tantangan yang berat.

Seperti Pdt. Octavianus yang memilih melayani Injil daripada mengejar kekuasaan duniawi, politisi Kristen harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat daripada ambisi pribadi. Mereka harus berani keluar dari zona nyaman, menghadapi tantangan, dan menjadi agen perubahan di tengah sistem yang korup. Ini bukan idealisme naif, melainkan pilihan strategis untuk membangun kepercayaan publik dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan.

Salah satu masalah utama dalam politik Indonesia adalah krisis kepercayaan. Masyarakat sudah muak dengan korupsi, janji-janji palsu, dan politisi yang hanya mementingkan diri sendiri. Partai Kristen harus menjadi antitesis dari semua itu. Seperti yang tertulis dalam Amsal 11:3, “Orang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya.” Ayat ini bukan sekadar nasihat moral, melainkan prinsip operasional yang harus dipegang teguh dalam setiap tindakan.

Integritas adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap kader partai. Mereka harus jujur, transparan, dan akuntabel dalam setiap tindakan. Mereka harus berani menolak segala bentuk korupsi dan praktik-praktik kotor lainnya. Integritas ini dibangun di atas fondasi iman yang kuat, sebagaimana tercermin dalam Sila ke-1 Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Keyakinan akan adanya kekuatan transenden yang mengawasi setiap tindakan manusia menjadi landasan moral yang kokoh, memampukan para politisi Kristen untuk tetap teguh dalam prinsip meskipun menghadapi tekanan yang besar.

Dengan integritas, partai Kristen dapat membangun kepercayaan publik dan menjadi kekuatan moral di panggung politik. Kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai harganya. Tanpa kepercayaan, partai Kristen tidak akan mampu mencapai tujuan-tujuannya, betapapun idealnya tujuan tersebut.

Pdt. Octavianus adalah sosok yang inklusif dan merangkul perbedaan. “Ia memegang teguh Kristus, tetapi tangannya terbuka bagi semua orang,” tulis Albertus Patty. Semangat ini harus menjadi landasan bagi partai Kristen. Sebagaimana dinyatakan dalam Galatia 3:28, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Ayat ini bukan sekadar statement toleransi, melainkan pengakuan fundamental akan kesetaraan martabat setiap manusia.

Prinsip ini sejalan dengan semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika: Berbeda-beda tetapi tetap satu. Partai Kristen harus menghormati keberagaman agama, suku, ras, dan golongan yang ada di Indonesia. Kasih Kristus harus menjadi motivasi utama untuk melayani dan memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat, tanpa diskriminasi. Keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang harus dijaga dan dipelihara. Partai Kristen harus menjadi garda terdepan dalam melindungi hak-hak kaum minoritas dan mempromosikan dialog antaragama dan antarkultur.

Partai Kristen tidak boleh eksklusif atau diskriminatif. Ia harus terbuka bagi semua warga negara Indonesia, tanpa memandang agama, suku, ras, atau golongan. Kasih Kristus harus menjadi motivasi utama untuk melayani dan memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat. Inklusivitas bukanlah strategi politik semata, melainkan cerminan dari nilai-nilai Kristiani yang universal.

Partai Kristen harus mampu menerjemahkan nilai-nilai Kristiani ke dalam kebijakan publik yang konkret. Kebijakan-kebijakan tersebut harus adil, berpihak pada yang lemah, dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Seperti yang difirmankan dalam Mikha 6:8, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dikehendaki TUHAN daripadamu selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” Ayat ini bukan sekadar cita-cita ideal, melainkan panduan praktis untuk merumuskan kebijakan publik.

Kebijakan-kebijakan ini harus selaras dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 27 UUD 1945 yang menjamin persamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan, serta Pasal 28 yang menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Partai Kristen harus memperjuangkan kebijakan yang melindungi hak-hak seluruh warga negara, tanpa terkecuali. Namun, memperjuangkan kebijakan yang adil dan berpihak pada yang lemah bukanlah tugas yang mudah. Ia menuntut pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi oleh masyarakat, serta keberanian untuk mengambil risiko dan melawan kepentingan-kepentingan yang mapan.

Misalnya, partai Kristen dapat memperjuangkan kebijakan yang meningkatkan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, melindungi lingkungan hidup, dan memberantas diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Namun, perlu diingat bahwa kebijakan yang baik hanyalah langkah awal. Implementasi yang efektif dan pengawasan yang ketat juga sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Pdt. Octavianus mewariskan semangat pelayanan dan integritas kepada keluarga dan generasi penerusnya. Partai Kristen juga harus melakukan hal yang sama. Seperti yang dinasihatkan dalam 2 Timotius 2:2, “Apa yang telah kaudengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang setia, yang juga cakap mengajar orang lain.” Ayat ini bukan sekadar pesan spiritual, melainkan strategi organisasi yang cerdas.

Para kader muda harus dididik dan dilatih untuk menjadi pemimpin yang berintegritas, kompeten, dan berdedikasi tinggi untuk melayani masyarakat. Mereka harus memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar indoktrinasi, melainkan pembentukan karakter dan pengembangan kapasitas yang berkelanjutan.

Partai Kristen harus berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan kader-kader muda yang berpotensi menjadi pemimpin masa depan. Mereka harus dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai Kristiani yang kuat. Dengan demikian, estafet kepemimpinan dapat terus berlanjut dan partai Kristen dapat terus memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara. Investasi dalam generasi penerus adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan keberlanjutan dan relevansi partai Kristen di masa depan.

Partai Kristen memiliki mandat yang jelas: menghadirkan Kerajaan Allah di bumi Indonesia, selaras dengan amanat konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. Ini bukan tugas yang mudah, tetapi bukan pula mustahil. Dengan berlandaskan pada nilai-nilai Kristiani, integritas, semangat pelayanan, serta meyakini janji dalam Wahyu 3:8, “Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku,” partai Kristen dapat menjadi kekuatan transformatif yang membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara. Ayat ini bukan sekadar janji penghiburan, melainkan afirmasi atas potensi yang ada dalam setiap individu dan organisasi yang berani bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan.

“Obor itu harus terus menyala, menerangi jalan menuju Indonesia yang lebih adil, makmur, sejahtera, dan berketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan diidealkan oleh para pendiri bangsa.” Ini bukan sekadar slogan, melainkan panggilan untuk aksi nyata yang membutuhkan komitmen, keberanian, dan kerja keras dari seluruh kader partai Kristen. Panggilan ini bukanlah utopia, melainkan tujuan yang dapat dicapai jika seluruh elemen bangsa bersatu padu untuk mewujudkannya.

Dengan adanya, artikel ini diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih besar dan memahami tranformasi Indonesia. (*)

error: Content is protected !!