Jakarta, 20 September 2022 – Pada hari ini, di Pengadilan Jakarta Barat, telah berlangsung sidang pertama kasus pidana atas Henry Surya nomor perkara : 779/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt.
Sedangkan Terdakwa June Indria diadili dalam berkas terpisah dengan nomor perkara : 780/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt.
Kedua berkas perkara tersebut disidang di Pengadilan Jakarta Barat, dengan pertimbangan saksi saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan mengadili, sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP (dan sekaligus mengecualikan atau menyingkirkan asas locus delicti) yang berbunyi:
“Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.”
Dalam Surat Dakwaan HENRY SURYA, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh SYAHNAN TANJUNG, B.Sc.,SH., telah membacakan dakwaan terhadap HENRY SURYA.
HENRY SURYA didakwa JPU dengan Dakwaan :
PERTAMA :
Kesatu :
Pasal 46 ayat (1) UURI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Kedua :
Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Atau Ketiga :
Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
DAN
KEDUA :
Pertama :
Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU TPPU
Atau Kedua :
Pasal 4 Jo. Pasal 10 UU TPPU
Bagi orang awam atau Kreditor Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta atau nasabah korban, perlu memahami isi Surat Dakwaan JPU, supaya tidak ada dugaan atau asumsi oknum Jaksa membuat Surat Dakwaan untuk memberi kesempatan Henry Surya mendapatkan vonis ringan dalam dakwaan Jaksa.
Dakwaan Pertama disebut Dakwaan Alternatif, yaitu terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif (menggunakan kata atau) atau dakwaan subsidair tiga dakwaan yaitu Dakwaan PERTAMA atas :
Dakwaan Kesatu :
Pasal 46 ayat (1) UURI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau
Dakwaan Kedua :
Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Atau
Dakwaan Ketiga :
Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Bahwa Dakwaan Alternatif Kesatu, Kedua dan Ketiga juga ada Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, maka pelaku tindak pidana bukan tunggal, ada pelaku lain, baik sebagai otak tindak pidana, pelaku tindak pidana atau turut serta dalam pidana yang didakwakan.
Kemudian, dalam Surat Dakwaan terhadap Henry Surya, didakwakan sekaligus Tindak Pidana TPPU sebagai dakwaan Kumulatif.
Maka pertama kali JPU harus membuktikan Dakwaan Pertama, apakah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 46 ayat (1) UURI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, atau Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP, untuk melanjutkan pembuktian dan menuntut Tindak Pidana TPPU, yaitu Dakwaan KEDUA sebagai Dakwaan Kumulatif :
Pertama :
Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU TPPU
Atau
Kedua :
Pasal 4 Jo. Pasal 10 UU TPPU
Maka bentuk Surat Dakwaan ini disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam dakwaan ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Artinya Jika Dakwaan PERTAMA, salah satu Dakwaan terbukti, dilanjutkan dakwaan kumulatif yaitu dakwaan KEDUA, yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), atau Pasal 4 Jo. Pasal 10 UU TPPU, dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dena paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
Bahwa bunyi Pasal 3 UU TPPU berbunyi :
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah)”.
Bahwa bunyi Pasal 4 UU TPPU :
“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).”
Bahwa dalam Dakwaan Kumulatif KEDUA dikaitkan atau jo. Pasal 10 UU TPPU yang berbunyi :
“Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.”
Artinya Dakwaan Kumulatif Pertama atau Kedua, ada pelaku pidana lainnya.
Dengan demikian, terbantahkan jika Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Henry Surya dalam nomor perkara : 779/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt., lemah dalam perumusan dakwaannya, karena ancaman pidana atas dakwaan Kumulatifnya adalah dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) atau Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
Setelah sidang pertama pembacaan Surat Dakwaan JPU, sidang selanjutnya Penasehat Hukum (PH) Terdakwa akan mengajukan eksepsi (tangkisan), putusan eksepai diterima, atau ditolak Majelis Hakim, kemudian pemeriksaan saksi-saksi, ahli, bukti surat dan pemeriksaan terdakwa, akhirnya Jaksa Penuntut Umum akan membuat surat tuntutan, pasal apa yang dianggap terbukti tindak pidananya, PH Terdakwa membuat Pembelaan (Pledoi), Replik oleh JPU, Duplik oleh PH, kemudian Putusan oleh Majelia Hakim.
Bahwa, prosedur dan penjatuhan hukuman pidana bukan dengan asumsi atau prasangka, tetapi melalui proses pembuktian pidana materil melalui sidang pembuktian.
Jika memerlukan konsultasi lebih lanjut, silahkan hubungi Sukisari & Partners, WA 08118-120164. www.sukisari.com