Klikberita.net Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Bacaan-bacaan suci pada Hari Minggu Biasa III mengetengahkan tema tentang waktu. Terminologi waktu tersebut diulang berkali-kali dalam frasa yang berbeda namun memiliki pengertian yang paralel.
Injil menyebutnya dengan “waktunya telah genap”, bacaan kedua menyebutnya dengan “waktunya singkat” sementara bacaan pertama menggunakan frasa yang lebih kuantitatif yaitu “empat puluh hari lagi”. Dalam konteks pesan bacaan-bacaan suci pada hari ini, frasa-frasa tersebut dapat dibaca sebagai sebuah peringatan untuk bertobat sekaligus ajakan untuk memperbaiki diri.
Dikisahkan dalam bacaan pertama bahwa Yunus diutus Allah kepada masyarakat Niniwe untuk menyampaikan murka Allah. Ia memulai pewartaan tersebut dengan kalimat “Empat puluh hari lagi Niniwe akan ditunggangbalikan” dan disebutkan bahwa masyarakat Niniwe bertobat karena pewartaan Yunus itu.
Sementara itu Rasul Paulus dalam bacaan kedua dan Yesus dalam bacaan Injil juga menyampaikan hal yang sama namun secara tidak langsung kepada umat di Korintus dan kepada umat di Galilea. Hal menarik dari pewartaan yang disampaikan oleh ketiga tokoh iman tadi adalah bahwa mereka sama-sama menempatkan konsep tentang waktu dalam hubungan dengan manusia.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Bagi kita umat Kristiani, pertobatan tidak terbatas pada perasaan menyesal tetapi lebih dari itu dibutuhkan sebuah perubahan mendasar (metanoia) dalam arah hidup menuju kehendak Allah. Bacaan-bacaan suci hari ini menempatkan pertobatan manusia dalam suatu lingkaran waktu tertentu (kairos).
Frasa “waktunya telah genap” atau “waktunya singkat” mewakili sebuah tuntutan untuk segera memperbaiki diri. Hal ini juga mengandung makna bahwa pertobatan berarti ‘berproses di dalam waktu’. Sebagaimana manusia hidup di dalam aliran waktu, demikian pertobatan yang adalah esensi manusia beriman juga berjalan di dalam aliran waktu yang sama.
Dalam pengertian ini, maka kita dapat memahami waktu dalam tiga perspektif yaitu perkembangan, kesinambungan, dan perubahan. Ketiga perspektif ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lain sebab perkembangan kehidupan manusia berjalan secara berkesinambungan dan menghadirkan perubahan.
Ketika Yunus menyampaikan bahwa dalam waktu empat puluh hari, Tuhan akan menjatuhkan murka atas orang-orang Niniwe, mereka segera paham bahwa rentang waktu empat puluh hari itu adalah proses yang harus mereka lalui untuk berubah dan berbalik kepada Allah. Begitu pula ketika Rasul Paulus menyampaikan bahwa “waktunya singkat! Sebab itu dalam waktu yang masih sisa ini mereka yang beristri hendaknya berlaku seolah-olah tidak beristri” dapat kita pahami sebagai ajakan Paulus untuk berubah secara radikal; berbalik total dari kondisi dosa kepada pertobatan mendalam.
Hal ini tidak berarti bahwa beristri adalah dosa sementara tidak beristri jauh lebih baik. Tetapi, bahwa ada sebuah gerakan mendasar yang harus terjadi dalam diri manusia ketika ia berkomitmen untuk bertobat.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Memahami bahwa pertobatan adalah sebuah proses yang berlangsung di dalam rentang waktu tertentu, sepatutnya melahirkan dua kesadaran ini yaitu pertama ada niat dan usaha yang perlu dikerahkan untuk mewujudkan hal tersebut dan kedua bahwa pertobatan hanya bisa terjadi di dalam suatu rentang waktu yang terbatas (baca sebagai kehidupan manusia).
Niat dan usaha adalah tahapan-tahapan yang perlu dilalui agar perubahan dapat diwujudkan. Manusia terus menyempurnakan dirinya dari waktu ke waktu; menjadi lebih baik lebih dekat pada kehendak Allah. Sementara itu rentang waktu yang terbatas menunjukkan bahwa pertobatan hanya bisa terjadi selama seorang manusia masih hidup. Hanya pada saat itu saja ia dapat berproses. Karena itu tepatlah kata Yesus “Waktunya telah genap. Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah pada Injil!”
Marilah dalam kesadaran akan proses yang perlu dilalui, kita semua berkomitmen untuk menjadikan setiap hari lebih baik dari hari sebelumnya.
Suparman (Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI)